Sabtu, 09 April 2016

makalah I’jaz dan mu’jizat

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam kehidupan ini, kita sering menilai sesuatu yang aneh bagi kita sebagai sesuatu yang mustahil, karena akal manusia itu terbatas dan selalu terpaku pada hukum-hukum alam yang bisa diketahui dan di nalar oleh akal manusia.Sehingga kita sering menolak sesuatu yang tidak bisa kita nalar dan yang bertentangan dengan hukum alam.Itulah yang disebut mu’jizat.Padahal, sebenarnya mu’jizat itu merupakan sesuatu yang bersifat supra rasional.
Mu’jizat yang diberikan Allah Swt. kepada para nabi dan rasul-Nya sebelum Nabi Muhammad Saw.dapat dikatakan hanya tinggal kenangan sejarah yang terukir dari mulut ke mulut dan tertulis dalam berbagai buku sejarah terutama Al-Qur’an. Tetapi, mu’jizat terbesar yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad Saw., yakni Al-Qur’an.[1] Karena Al-Qur’an adalah berlaku sepanjang masa dan tidak bisa ditandingi dengan kitab-kitab lain. Jadi, manusia wajib mengimani Al-Qur’an, karena Al-Qur’an termasuk salah satu rukun iman yaitu nomor 3 (iman kepada kitab-kitab Allah) adalah wajib untuk meyakini dengan sepenuh hati.
Maka dari itu, Al-Qur’an tidak henti-hentinya dikaji dan di teliti.Salah satu kajiannya adalah ilmu tentang I’jaz Al-Qur’an yang digunakan sebagai penafsiran dalam Al-Qur’an. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian I’jaz mu’jizat, tujuan I’jaz Al-Qur’an, macam-macam I’jaz Al-Qur’an serta segi-segi I’jaz Al-Qur’an.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian I’jaz dan mu’jizat?
2.      Apa tujuan I’jaz Al-Qur’an?
3.      Apa macam-macam I’jaz Al-Qur’an?
4.      Apa segi-segi I’jaz Al-Qur’an?

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian I’jaz dan Mu’jizat
Al-mu’jizat (معجزة) adalah bentuk kata mu’annats dari kata mudzakkar al-mu’jiz (معجز). Al-mu’jiz adalah isim fa’il (nama atau sebutan untuk pelaku) dari kata kerja (fi’il) a’jaza (أعجز). Kata ini terambil dari akar kata ‘ajaza-yu’jizu-ajzan-wa u’juzan-wa ma’jizan- wa ma’jizan atau ma’jizatan, yang secara harfiah antara lain berarti lemah, tidak mampu, tidak berdaya, tidak sanggup, tidak dapat (tidak bisa), dan tidak kuasa. Dalam Al-Qur’an, kata ‘ajaza dalam berbagai bentuk (derivasinya) terulang sebanyak 26 kali dalam 21 surat dan 25 ayat.[2]
Dalam pada itu, istilah mu’jiz atau mu’jizat lazim diartikan dengan al-‘ajib, maksudnya sesuatu yang ajaib (menakjubkan atau mengherankan) karena orang atau tidak pihak lain tidak ada yang sanggup menandingi atau menyamai sesuatu itu. Juga sering diartikan dengan amrun khoriqun lil-‘aadah, yakni sesuatu yang menyalahi tradisi.[3]
Sedangkan menurut Manna al-Qattan, I’jaz (kemujizatan) adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum adalah ketidak mampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari qudrah (potensi, power, kemampuan, sanggup, atau kuasa). Apabila kemujizatan muncul, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan). Yang dimaksud dengan i’jaz dalam pembahasan ini ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang rasul, dengan menampakkan kelemahan orang Arab dalam melawan mu’jizat yang kekal yakni al-Quran dan orang-orang sesudah mereka.[4]
Mu’jizat adalah sesuatu yang bernilai sangat tinggi dan bisa mengungguli seluruh masalah yang berkembang, di samping kedatangannya mu’jizat memang sedang dinanti oleh kaum. Mu’jizat itu hanya diberikan oleh Allah kepada para Nabi atau Rasul Allah untuk menumbangkan kepercayaan manusia yang telah mempertuhankan selain Allah Swt.
Jadi I'jaz al-Qur'an adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas kekuatan susunan lafal dan kandungan Al-Qur'an, hingga dapat mengalahkan ahli-ahli bahasa Arab dan ahli-ahli lain.[5]

B.     Tujuan I’jaz Al-Qur’an

Dari pengertian yang telah diuraikan di atas, dapatlah diketahui bahwa tujuan i’jaz Al-Qur’an itu banyak, di antaranya yaitu[6]:
1.      Membuktikan kerasulan Nabi Muhammad Saw
Untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw yang membawa mu’jizat kitab Al-Qur’an itu adalah benar-benar seorang Nabi dan Rasul Allah. Beliau diutus untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah Swt. kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi Al-Qur’an kepada mereka yang ingkar.
2.      Membuktikan bahwa kitab suci Al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah Swt
Untuk membuktikan bahwa kitab Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah Swt, bukan buatan malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammad Saw.Sebab pada kenyataannya mereka tidak bisa membuat tandingan seperti Al-Qur’an sehingga jelaslah bahwa Al-Qur’an itu bukan buatan manusia.
3.      Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia
Untuk menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghahnya bahasa manusia, karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti Al-Qur’an, yang telah ditantangkan kepada mereka dalam berbagai tingkat dan bagian Al-Qur’an.
4.      Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia
Untuk menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya.Mereka ingkar tidak mau beriman dan sombong tidak mau menerima kitab suci itu.

C.    Macam-macam I’jaz Al-Qur’an

Dalam kitab Tafsir al-Mizan, menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada tujuh I’jaz Al-Qur’an:
1.      I’jazul ‘ilmi
Al-Qur’an mempunyai suatu ilmu pengetahuan didalamnya.Di dalam Al-Qur’an, Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu, di antaranya ilmu falak, ilmu hewan.Semuanya itu menimbulkan rasa takjub.Beginilah i’jaz Al-Qur’an ilmi itu betul-betul mendorong kaum muslimin untuk berfikir dan membukakan pintu-pintu ilmu pengetahuan.Menurut Quraish Shihab, banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an, misalnya: Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan pantulan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 5
Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan nafas. Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah:
فَمَنۡ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنۡ يَّهۡدِيَهٗيَشۡرَحۡصَدۡرَهٗلِلۡاِسۡلَامِۚ وَمَنۡ يُّرِدۡ اَنۡ يُّضِلَّهٗيَجۡعَلۡصَدۡرَهٗ
ضَيِّقًاحَرَجًاكَاَنَّمَايَصَّعَّدُ فِى السَّمَآءِ​ؕكَذٰلِكَيَجۡعَلُاللّٰهُالرِّجۡسَعَلَىالَّذِيۡنَلَايُؤۡمِنُوۡنَ‏

”Barangsiapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dada orang itu untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al-An’am: 125)

Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah SWT:
Surat Al-Qiyamah Ayat 4
”Bukan demikian, sebenarnya Kami berkuasa menyusun (kembali) jari-jarinya dengan sempurna.”(QS. Al-Qiyamah: 4)

Aroma manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah SWT surat Yusuf ayat 94 ’’Masa penyusunan yang sempurna’’. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 233 ’’Adanya nurani (superego) dan bawah sadar manusia’’ sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah surat Al-Qiyamah ayat 14-15.
Demikianlah petunjuk-petunjuk ilmiyah dan pandangan-pandangan orang yang terdapat dalam Al-Qur’an merupakan hidayah Allah.Oleh sebab itu orang harus mempergunakan akalnya untuk membahas dan memikirkannya.Sayyid Quthb dalam tafsirnya tentang firmanAllah yang berbunyi:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ
 مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

”Mereka bertanya tentang bulan sabit, katakanlah bahwa bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi (ibadah) haji.”(QS. Al-Baqoroh: 189)[7]
2.      I’jaz kepribadian Nabi SAW
Kenapa kepribadian nabi dikatakan I’jaz?Pertama, Nabi SAW didefinisikan oleh Al-Qur’an bahwa Nabi itu manusia yang tidak bisa membaca dan menulis. Allah SWT ingin tunjukkan kepada setiap manusia bahwa Al-Qur’an adalah suatu I’jaz dari nabi yang ummi ini, agar tidak menuduh nabi sebagai sihir,dan sebagainya. Allah berfirman[8]:
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ
 يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ
وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Orang-orang yang mengikut Rasul (yang merupakan) Nabi yang ummi (tidak bisa membaca, menulis, dan menggunakan ilmu hisab) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan hal-hal yang ma’ruf dan melarang mereka dari hal-hal yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) adalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157)
3.      I’jaz Ghaib
Al-Qur’an membawa berita ghaib. Ghaib di sini ada 4 yaitu:
a)      Ghaib berita-berita zaman dahulu yang menceritakan tetang waktu terdahulu.
b)      Ghaib tetang masa datang, ghaib adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat atau diketahui oleh manusia.
c)      Ghaib tetang kenyataan-kenyataan ilmiah yang baru diketahui kebenarannya ribuan tahun setelah Al-Qur’an diturunkan.
d)     Ghaib tetang kejadian-kejadian besar yang akan menimpa kaum muslim sepeninggal Rasulullah SAW.

4.      I’jaz Tasyrii
Al-Qur’an menetapkan peraturan pemerintah Islam, yakni pemerintah yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Firman Allah SWT:
... وَشَاوِرْهُمْ فِيْ اْلأَمْرِ ...
...Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...(QS. Ali Imron: 159)

Di dalam pemerintahan Islam, tasyri’i itu tidak boleh ditinggalkan.Al-Qur’an telah menetapkan bila keluar dari tasyri’ Islam itu hukumnya kafir, dzalim, dan fasik. Firman Allah SWT:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ...
”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka ini adalah orang-orang kafir” (QS. Al-Maidah: 44)

Al-Qur’an menetapkan perkara yang sangat dibutuhkan oleh manusia, yakni agama, jiwa, akal, nasab (keturunan) dan harta benda. Di atas lima perkara ini disusun sanksi-sanksi hukum yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.[9]

5.      I’jaz tetang perundang-undangan (hukum Al-Qur’an)
Segala sesuatu yang ada di dunia ini mesti mengalami perubahan, harus tunduk pada hukum dunia, mengalami usia usang, tetapi Al-Qur’an tidak pernah tunduk pada hukum dunia, Al-Qur’an tidak pernah usang.
6.      I’jazun Balaghi
Al-Qur’an mempunyai kefasihan.Al-Qur’an adalah suatu kitab yang sangat piawai dalam ilmu Balaghah.Sebab setiap kalimat yang ada dalam Al-Qur’an mengungkapkan suatu makna yang sebenarnya dari suatu makna sebenarnya dari pada kalimat tersebut.Jadi yang dimaksud balaghah yaitu suatu ilmu yang bukan hanya kalimatnya baligh (tinggi) tetai kalimatnya juga mewakili suatu makna yang daripada maksud kalimat tersebut. Diantara kalimat yang baik yang ada di dalam Al-Qur’an yang akan kita jadikan contoh misalkan dalam surat Al-Hadiid ayat 23 ketika Allah SWT berfirman,

لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Artinya;
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”(QS. Al-Hadiid:23)

7.      I’jaz bilangan dalam Al-Qur’an
I’jaz ini baru ditemukan.Orang menghitung ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an dan kemudian mencocokan dengan hukum-hukum Allah SWT.Yang diwajibkan kepada manusia. Misalnya begini, dalam Islam, sholat wajib adalah sholatlima waktu. Ada seorang yang meneliti bilangan kalimat tersebut dalam Al-Qur’an. Kalimat shalawat (jamak dari sholat) misalnya, akan di jumpai bilangannya ada lima kalimat. Dan kalimat ini kaitannya dengan sholatul wajib.Suatu mu’jizat Al-Qur’an dalam segi bilangan di mana sangat sesuai antara bilangan sholatul wajib dengan kalimat shalawat.
Kemudian mengenai kalimat fardhu dalam Al-Qur’an. Sholat lima waktu ini ada 17 rakaat, kemudian Abu Jahra meneliti kalimat fardhu ini di dalam Al-Qur’an, dan semua kalimat fardhu dengan berbagai derajatnya berjumlah 17 kalimat. Lalu kalimat qasr (memendekkan bilangan rakaat dalam sholat ketika dalam perjalanan). Kalau kita hitung jumlah rakaat dalam sholat qasr, kita akan dapati sampai 11 rekaat, Zuhur 2, Ashar2, Magrib 3, Isya’ 2, dan Subuh2. Kemudian kalau kita teliti kalimat qasr dalam Al-Qur’an, ternyata ada 11 kalimat.Kalimat tawaf.Kita diwajibkan dalam tawaf yang tercatat daam Al-Qur’an ada tujuh kalimat.Itu adalah sebagian dari mukjizat bilangan dalam Al-Qur’an.
Secara garis besar macam-macam mujizatterbagi menjadidua,yaitu mujizat yang bersifat Material Inderawi yang tidak kekal dan Mujizat Immaterial Logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa.[10]
1.      Mujizat Material Inderawi
Mujizat ini terdapat pada nabi-nabi terdahulu, artinya bahwa keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan dan dijangkau langsung lewat indera oleh umat-umat tempatnabi-nabi menyampaikan risalah.
Perahu Nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat. Tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang sangat besar; berubah wujudnya tongkat Nabi Musa a.s. menjadi ular; penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain, kesemuanya bersifat material indrawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat mereka berada, dan berakhir dengan wafatnya mereka.
2.      Mujizat  Immaterial Logis
Yaitu mujizat yang diturunkan kepada nabi terakhir yaitu Muhammadshallalu’alai wasallamberupa mujizatal-Quran yang sifatnya bukan inderawi atau material tetapi dapat dipahami akal dan tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mujizat al-Quran dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapan-pun.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok :
a)      Para Nabi sebelum Nabi Muhammad shalallahu’alai wasallam, ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu.
Karena itu,mujizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. IniberbedadenganmujizatNabiMuhammadshalallahu’alaiwasallam yang diutus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman.
b)      Manusia mengalami perkembangan dalam pemikiranya.
Umat para Nabi khususnya sebelum Nabi Muhammadshalallahu’alai wasallam membutuhkan bukti kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti tersebut harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indra mereka. Akan tetapi, setelah manusia  mulai menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi.


D.    Segi-segi I’jaz Al-Qur’an

Berikut ini beberapa ulama’ berpendapat tentang segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an[11]:
1.      Menurut Al-Jahidz, Al-Jurjarni, dan Abd. Qahir Al-Jurjani, bahwa kemu’jizatan Al-Qur’an hanya pada susunan lafal-lafalnya saja.
2.      Menurut Muh. Ismail Ibrahim, Az-Zamakhsyari dan Fahnur Razi, bahwa kemu’jizatan Al-Qur’an hanya pada keilmiahannya saja.
3.      Menurut Imam Qurtubi, bahwa kemu’jizatan Al-Qur’an karena uslubnya lain dari yang lain, susunannya indah dan lain sebagainya.
4.      Menurut Az-Zarqani, bahwa kemu’jizatan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a.       Pada keindahan bahasa dan uslub-uslubnya (tata bahasa);
Dalam Al Qur’an, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk bahasa yang sangat indah lagi mempesona, jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh penyair dan sastrawan. Contoh: Allah berfirman[12]:
وَتَكُوْنُ الجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ
(القارعه: 5)
Artinya:
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang di hambur-hamburkan”.

b.      Teknik penyusunannya;
c.       Berisi beberapa ilmu pengetahuan (al-‘ulum wa al-ma’arif yang terkandung di dalamnya);
d.      Kedudukan Al-Qur’an terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e.       Kiat Al-Qur’an tentang al-ishlah (persesuaian) dalam hal ini kepatutan ketetapan rangkaian kata dan kalimatnya;
f.       Adanya kebenaran berita ghaib (anba’ul ghaib) yang ada di dalamnya;
Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al Qur’an itu adalah berita-berita ghaib. Firaun, yang mengejar-ngejar Musa, Allah berfirman[13]:
فَلْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ ايَةً وَاِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ ايتِنَا لَغَافِلُونَ
Artinya:
“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan kami.”
g.      Ayat-ayat tentang teguran dan celaan atau al-‘itab;
h.      Penurunan berbagai informasi yang telah lama di nanti-nanti;
i.        Penampakan kenabian Muhammad Saw. ketika wahyu turun kepadanya;
j.        Ayat-ayat muhabalah (keadaan saling mendo’akan supaya di laknat Allah) ketika saling pendapat;
k.      Ketidakmampuan Rasulullah Muhammad Saw. dari kemungkinan mendatangkan ajaran lain sebagai pengganti Al-Qur’an;
l.        Ketidakterlibatan Rasulullah Saw. dengan pembuatan Al-Qur’an;
m.    Dari sisinya yang manapun, (pengaruh) Al-Qur’an tampak kesuksesannya. [14]
5.      As-Sayyid Rasyid Ridla mengemukakan tujuh macam kemu’jizatan Al-Qur’an yakni:
a.       Segi susunan dan gaya bahasa;
Gaya bahasa Al Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona.Al Qur’an secara tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi ketinggian Al Qur’an baik bahasa maupun susunannya.Setiap kali mereka mencoba menandingi, mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat cemoohan dari masyarakat.
Diantara pendusta dan musyrik Arab pada saat itu yang berusaha untuk menandingi ialah Musailimah Kadzdzab dan tokoh-tokoh masyarakat Arab lain pada waktu itu yang ingin menandingi kalam Allah itu, namun selalu mengalami kegagalan.
b.      Segi keindahan atau ke-balagah-annya;
c.       Segi ilmu ghaib yang terdapat di dalamnya;
d.      Terbebas dari perbedaan (kontradiksi) dalam hal isi kandungannya;
e.       Segi ilmu-ilmu diniyyah keagamaan dan pensyariatan;
f.       Segi antisipasi perkembangan zaman;
g.      Segi pembuktian masala-masalah (komtemporer) yang sebelumnya tidak diketahui para ahli.[15]
Sedikit berbeda dari Az-Zarqani dan Rasyid Ridha, al-Buthi, ahli ilmu-ilmu Al-Qur’an dapat ditinjau dari berbagai aspek.Hanya saja, secara garis besar kemukjizatan Al-Qur’an dibedakan ke dalam dua bagian saja.Pertama, bagian yang dikhususkan kepada mereka yang mempelajari bahasa Arab terutama dari orang-orang Arab atau berkebangsaan Arab.Kedua, sebagian lain yang kemu’jizatannya hanya ditemukan dan diketahui oleh pra pemikir tertentu.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa:
Mu’jizat adalah sesuatu yang bernilai sangat tinggi dan bisa mengungguli seluruh masalah yang berkembang, di samping kedatangannya mu’jizat memang sedang dinanti oleh kaum.Mu’jizat itu hanya diberikan oleh Allah kepada para Nabi atau Rasul Allah untuk menumbangkan kepercayaan manusia yang telah mempertuhankan selain Allah Swt.
Sehingga I’jaz Al-Qur’an memiliki tujuan diantaranya adalah membuktikan kerasulan Nabi Muhammad Saw., membuktikan bahwa kitab suci Al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah Swt., menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia, dan menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia.
Secara garis besar macam-macam mujizatterbagi menjadidua,yaitu mukjizat yang bersifat material inderawi yang tidak kekal dan mujizat immaterial logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa.
Maka kita dapat mengetahui segi-segi kemu’jizatan Al-Qur’an secara garis besar ada dua diantaranya:
1.      Bagian yang dikhususkan kepada mereka yang mempelajari bahasa Arab terutama dari orang-orang Arab atau berkebangsaan Arab.
2.      Sebagian lain yang kemu’jizatannya hanya ditemukan dan diketahui oleh pra pemikir tertentu.



B.     Saran

Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan Makalah ini meskipun penulisan ini jauh dari sempurna. Masih banyak kesalahan dari penulisan makalah ini, karena kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran atau kritikan dari para pembaca yang budiman, agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an Ibu Hj. Nadhifah, S.Th.I, M.S.I. yang telah memberikami tugas membuat makalah ini demi kebaikan diri kami sendiri dan untuk orang lain.













DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna Khalil. 2004. Studi Ilmu-ilmu Al-quran. BogorLitera AntarNusa.
Anasunni.“I’jaz Al-Qur’an”.dalamhttps://anasunni.wordpress.com/.diakses tanggal 29 Desember 2012.
Hamzah, Muchotob.2003. Studi Al-Qur'an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media.
Irvan Kazekage. ”I’jaz Al-Qur’an”.http://iirmakalahtarbiyah.blogspot.co.id//. diakses pada tanggal 18 Oktober 2010.
Suma, Muhammad Amin.2013. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Pers.
Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad.1997. Ulumul Quran II. Bandung: CV. Pustaka Setia.





[1] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali pers, 2013),  hlm. 153.
[2]Lihat Al-Qur’an surat Al-Maidah[5]:31, Al-An’am [6]:134, Al-Anfal [8]:59, At-Taubat [9]:3, Yunus [10]:53, Hud [11]:20, 33, dan 72, An-Nahl [16]:46, Al-Hajj [22]:51, An-Nur [24]:57, Asy-Syu’ara [26]:171, Al-Ankabut [29]:22, Saba [34]:5 dan 38, Fathir [35]:44, As-Shaffat [37]:135, Az-Zumar [39]:51, As-Syura [42]:31, Al-Ah’qaf [46]:32, Ad-Dzariyat [51]:29, Al-Qamar [54]:20, Al-Haqqah [69];7, dan Al-Jinn [72];12.
[3]Muhammad Amin Suma,Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), cet. 1, hlm. 154.
[4]Manna Khalil al-Qattan Studi Ilmu-ilmu Al-quran,BogorLitera Antar Nusa2004,Cetakan Ke-8 hlm. 371.
[5]Muchotob Hamzah, Studi Al-Qur'an Komprehensif (Yogyakarta: Gama Media, 2003).
[6]Drs. H. Ahmad Syadali dan Drs. H. Rofi’i, Ulumul Quran II (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), cetakan I, hlm. 11.
[7]Irvan Kazekage,”I’jaz Al-Qur’an”, http://iirmakalahtarbiyah.blogspot.co.id//, diakses pada tanggal 18 Oktober 2010.
[8]Lihat Al-Qur’an QS. Al-A’raf: 157.
[9]Ibid7.
[11]Ibid2, hlm. 20.
[12]Lihat Al-Qur’an Q.S. Al-Qoriah,101:5
[13]Lihat Al-Qur’an Q.S. Yunus, 10:92
[14] As-Sayyid Rasyid Ridha, at-Tafsir Al-Qur’an al-Hakim (at-tafsir al-Mannar)
[15]Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani (selanjutnya ditulis Az-Zarqani), Manabilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an, j. 2, hlm.332-412.