MAKALAH
MEMAHAMI DAN MENGEMBANGKAN POTENSI ROHANIAH
MANUSIA (NAFS, AL-QOLBU, AL-AQLU, AL-RUH)
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
yang di ampu oleh:
Drs. Soeparyo, M.Sc
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
yang di ampu oleh:
Drs. Soeparyo, M.Sc

Oleh:
1. Farouq Abdul Baqi (1503056093)
2. Elly Fatmasari (1503056088)
3. Nurul Khasanah (1503056087)
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tasawuf adalah disiplin ilmu yang menekankan dan
mengutamakan penghayatan akan Tuhan dalam suatu hubungan langsung dengan-Nya
(Ma’rifat). Kebenaran yang diperoleh dalam tasawuf bukanlah kebenaran secara
rasional, empiris melainkan kebenaran intuitif mistis. Intuisi tersebut masuk
kedalam qolbu, dan sulit di ekspresikan dan diterangkan kepada manusia dengan
kata-kata biasa.
Manusia merupakan makhluk sempurna yang ALLAH SWT
ciptakan. Kesempurnaan ini tidak lepas dari nilai potensial yang di miliki
manusia. Nilai potensial ini terbagi menjadi dua aspek, yakni aspek jasmani dan
aspek rohani. Aspek jasmani mengarah kepada bentuk fisik (lahir). Adapun aspek
rohani lebih menekankan kepribadian.
Segala
amal dan usaha di dalam hidup kita adalah dorongan dari fikiran dan batin kita.
Di dalam batinlah terletak pertimbangan di antara buruk dan baik, cantik, dan
jelek. Apakah kebatinan itu? Apakah kerohanian itu? Inilah yang senantiasa
menjadi pertanyaan dan penyelidikan dari ahli fikih sejak dunia berkembang,
sampai kepada masa kita kini, dan sampai esok kemudian hari, selama fikiran
masih ada pada manusia. Dan soal yang paling penting, dan ibunya segala soal
itu ialah soal tentang yang ada.[1]
Dalam makalah ini materi yang akan dibahas adalah tentang potensi ruhaniah
yang dimiliki oleh manusia. Potensi ruhaniah yang dimiliki oleh manusia
meliputi: nafs, qalbu, akal, dan ruh.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pengertian
dan penjelasan dari Al-qalb, Al-aql, Al-ruh, dan An-nafs?
2. Bagaimana cara
memahami potensi ruhaniah manusia?
3. Bagaimana cara mengembangkan
potensi ruhaniah manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Potensi Rohani Manusia
Adapun macam-macam potensi rohani manusia
diantaranya sebagai berikut:
1. Al-Qalb
Menurut Abu Hamid Al-ghazali, Qalb
mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama adalah hati jasmani (al-Qalb al-Jasmani) atau dagimg sanubari (al-Lahm al-sanubari), daging khusus yang berbentuk jantung pisang
yang terletak di dalam rongga dada sebelah kiri dan berisi darah hitam kental.[2]
Qalb dalam arti ini erat hubungannya
dengan ilmu kedokteran, dan tidak banyak menyangkut maksud-maksud agama dan
kemanusiaan, karena hewan dan orang mati pun mempunyai qalb seperti ini. Sedangkan qalb
dalam arti kedua adalah sebagai luthf
rabbani ruhiy (bersifat spiritual).
Al-Qalb merupakan alat untuk mengetahui hakikat sesuatu.
Dengan hati, seorang dapat melihat sesuatu sesuai dengan kenyataannya
(hakikatnya). Ada beberapa orang yang dibukakan hatinya oleh Allah dengan beraneka ragam
pengetahuan tantang hakikat sesuatu. Diantaranya adalah:[3]
a. Pengetahuan tentang ketercelaan dunia, kedahsyatan tipuan
dunia beserta kesementaraanya. Seseorang dapat menyaksikan dunia bagaimana
kondisidan sifat yang sebenarnya. Namun dalam kenyataan, banyak manusia melihat
dunia hanya dari sisi lahiriahnya saja, mereka tidak mampu mengetahui kondisi
dan sifat dunia yang sebenarnya, sebagaimana firman Allah,

“Mereka hanya mengetahui
yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan)
akhirat adalah lalai” (Qs. Al-Rum: 7)
b. Pengetahuan tentang
rekadaya dan jenis gangguan setan.
c. Pengetahuan tentang tingkatan ahl al-taqwa, derajat ahl
al-ilm, kemulian akhlak, kabaikan pergaulan dengan sesama mkahluk, kesabarab
kerena tersakiti orang lain, kedermawanan harta, perhatian dengan orang lain
dengan menglahkan diri sendiri, rasa takut pada neraka, perlawanan terhadap
setan, perlawanan terhadap hawa nafsu, senantiasa mengikuti rasul dan para
sahabat dan berpegang teguh pada al-sunnah (tradisi nabi). Dalam kenyataan,
banyak orang mukmin yang tidak suka mengikuti sunnah. Yang sunnah dinilai
bid’ah dan yang sesungguhnya bid’ah malah dinilai sunnah. Yang sudah dicela
yang bid’ah malah dipuja-puja. Hal ini disebabkan seseorang telah tertutup
sebagian hatinya untuk melihat sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
d. Pengetahuan tentang
kebesaran nikmat-nikmat Allah, keleluasaan pemberianNya, kebesaran kesabaranNya dan
ampunNya dan keluasan Rahmatnya.
e. Penyaksian terhadap af’al rububiyah (perbuatan-perbuatan
Allah) seperti menyaksikan bukti kekuasaan Allah dalam segala hal dan keindahan
ciptaanNya.
f. Pengetahuan tentang betapa keaguangan
Allah dan betapa kehinaan kekuasaan makhluk dihadapan kekuasaan Allah. Karena
pengetahuanya, seorang benar-benar mengagungkan Allah bukan mengagung-agungkan
makhluk.
g. Kesadaran akan taufiq (pertolongan)Allah untuk
beribadah, manisnya ma’rifat dan mahabbah serta kesadaraan akan penjagaan Allah
dari kesatuan dan kekufuran.
h. Menyaksikan keesaan Allah,
sehingga, ia tidak melihat selain Allah, ia meqidaman, kesempurnaan dan
kekekalan Allah serta kebaruan dan kesirnan makhluk.
Sedangkan menurut Abu Abdillah ibn Ali Al-Hakim
al-Tirmidzi[4], al-qalb
mempunyai empat lapisan sebagai berikut:
a. Al-shadr
Al-shadr merupakan lapisan al-qalb yang paling luar. Ia
merupakan tempat cahaya islam sekaligus sebagai tempat menyimpan ilmu yang
bersumber dari pendengaran maupun pemberiataan. Ilmu ini bisa bertahan di dalam
al-shadr setelah di hafalkan dan membutuhkan kesungguhan. Ilmu yang telah masuk
ke dalam al-shadr juga bisa terlupakan. Ciri jenis ilmu ini adalah bisa
diungkapkan, dibaca, diriwayatkan, dan dijelaskan melalui lisan.
Sifat al-shadr adalah lapang dan sempit. Sesuai dengan
kadar kebodohan dan kemarahan, al-shadr menjadi sempit, jika al-shadr terpenuhi
dengan kebenaran maka sempit dengan kebatilan. Terkait dengan cahaya islam,
Allah berfirman:

“Barang siapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melampangkan
dadanya untuk (memeluk agama) islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seoalh-olah
ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang yang
tidak beriman (QS: al-An’am: 125)
b. Al-Qalb
Al-qalb merupakan lapisan kedua yang terletak
di dalam al-shadr. Al-qalb ini sebagai tempat cahaya iman.

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah
beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah:
“Kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu...” (Qs.
Al-hujurat:14)
Keadaaan al-qalb bisa khusu’,taqwa, mahabbah, ridla, yakin, khauf,
sabar,qana’ah, tenang, bergetar dan sebagainya. Di antara sifatnya adalah a’ma (buta).
c. Al-fuad
Al-fuad merupakan lapisan al-qalb ketiga yang terletak di dalam al-qalb.
Ia tempat cahaya ma’rifat.

“Hatinya tidak mendustakan
apa yang telah dilihatnya” (Qs. Al-Najm: 11)
d. Al-Lub
Al-Lub merupakan lapisan yang paling dalam dari al-qalb. Al-Lub sndiri
berarti intisari dari sesuatu. Ia merupak tempat cahaya tauhid. Cahaya ini
merupakan cahaya yang paling sempurna. Tauhid merupakan rahasia hidayah Allah
pada hambanya.

“ (Al-Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengnya, dan supaya mereka
mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil perjalanan” (Qs.
Ibrahim: 52)
2. Al-Aql
Ada beberapa pengertian tentang aql. Pertama, aql adalah
potensi yang siap menerima pengetahuan teoritis. Kedua, aql adalah pengetahuan
tentang kemungkinan sesuatu yang mungkin dan kemuhalan sesuatu yang mustahil
yang muncul pada anak usia tamyis, seperti pengetahuan bahwa dua itu lebih
banyak dari pada satu dan kemustahilan seseorang dalam waktu yang bersamaan
berada di dua tempat. Ketiga, aql adalah pengetahuan yang di peroleh melalui
pengalaman empirik dalam berbagai kondisi. Keempat, aql adalah potensi untuk
mengetahui akibat esuatu dan memukul syahwat yang mendorong pada kelezatan
sesaat. Dengan demikian orang yang berakal adalah orang yang didalam melakukan atau
tidak melakukan perbuatan didasarkan pada akibat yang akan muncul, bukan
didasarkan pada syahwat yang mendatangkan kelezatan sesaat.
Aql yang pertama merupakan asal dan kedua merupakan cabang dari yang pertama, sedangkan aql yang ketiga dan
yang keempat merupakan usaha.
Orang yang menggunakan akalnya akan mencegah dirinya
agar tidak terjerumus kedalam kenikmatan sesaat yang membawa penderitaaan yang
lebih lama. Orang yang berakal akan memilih kenikmatan yang lama disbanding
kenikmatan sementara. Kenikmatan dunia adalah kenikmatan sementara. Bagi orang
yang berakal, dunia tidak boleh menghalangi kebahagiaan akhirat yang lebih lama
durasinya.
Di dalam al-Qur’an, kata aql dalam bentuk kata benda
tidak ditemukan yang ditemukan dalam al-Qur’an adalah kata kerjanya yaitu ya’qilun,
ta’qilun dan seterusnya. Aqala (fi’il madli, kata
kerja lampau) berarti menahan atau mengikat. Dengan demikian al-‘Aqlu (isim
fa’il) berarti orang yang menahan atau mengikat nafsunya sehingga nafsunya
terkendali karena diikat atau ditahan. Sedangkan orang yang tidak mempunyai aql
tidak mengikat nafsunya sehingga nafsunya liar tak terkendali. Itulah sebabnya
orang berakal kadang disebut dengan uli al-nuha (yang
mempunyai daya cegah) dan terkadang disebut dengan dzi hijr (yang
mempunyai kesabaran). Hanya orang sabar saja yang mau mengendalikan nafsunya.
3.
Al-Ruh
Ar ruh secara bahasa memiliki beberapa kemungkinan makna, diantaranya:النفخ (tiupan), النفس(jiwa),الذى يعيش به الانسان (sesuatu yang menghidupkan), النفس(nafas), wahyu,
nubuwah, Jibril, dan Isa AS.[5]
Dalam kamus berbahasa Inggris ditemukan makna ruh sebagai berikut: breath of
life, soul, spirit, gun barrel.[6]
Kata Ruh berdekatan maknanya dalam istilah
Barat dengan spirit, atau aspek jiwa yang bersifat non
individual, yakni intellectatau nous11. Al Qur’an
menggunakan istilah ruh untuk beberapa makna, diantaranya: 1) malaikat (Jibril)
sebagaimana dipahami dalam ayat:يوم يقوم
الروح والمل ئكة صفا (hari
ketika para malaikat dan Jibril berbaris di hadapan Allah), 2) wahyu, seperti
pada ayat:وكذلك اوحينا اليك روحامن امرنا (demikianlah Kami wahyukan
kepadamu wahyu dari urusan Kami), dan sebagainya. Dari keterangan di atas,
maka Ruh secara bahasa dapat dimaknai sebagai sesuatu yang
menimbulkan gejala-gejala hidup. Al Qur’an, kenabian, Jibril, dan nabi Isa pun
disebut dengan ruh karena kesemuanya menyebabkan kehidupan budaya. Dengan
demikian ruh memiliki dua konotasi :
1) ruh
biologis, pembangkit gejala hidup organis biologis (fisika-kimia), dan
2) ruh
budaya, pembangkit kehidupan sosial budaya.
Sedangkan menurut terminologi Adalah hakikat dari
manusia yang dengannya manusia dapat hidup dan mengetahui segala sesuatu yang
bersifat spiritual. Ia adalah zat murni yang tinggi, hidup, dan hakekatnya
berbeda dengan tubuh.[7]
Ruh adalah daya yang terdapat dalam qolbu untuk mengetahui eksistensi Tuhan.
Semua manusia memiliki ruh sebagai potensi untuk mengetahui dan merasakan keberadaan
Tuhan, namun tidak semua manusia dapat memfungsionalkan potensi ruh tersebut.
Pengertian ruh menurut ahli hakekat berbeda dengan
ahli sunnah (syari’ah). Ahlu sunnah menganggap bahwa ruh adalah kehidupan,
sedangkan ahlul hakekat berpendapat bahwa ruh adalah essensi/ substansi
ketuhanan yang diletakkan dalam jasad.[8]
Ruh merupakan sumber kehidupan dan sumber moral yang baik. Ia merupakan sesuatu
yang halus, bersih, dan bebas dari pengaruh hawa nafsu.[9]
Menurut Al Ghazali ruh ada dua macam:
1) ruh hayawani, yaitu substansi halus yang merupakan sumber
kehidupan bagi manusia. Ruh inilah yang berpadu dengan jism menjadi
satu kesatuan yang disebut manusia, ia dapat meninggalkan badan sementara
ketika manusia tidur, dan dapat meninggalkannya selamanya sehingga terjadi
kematian; 2) nafs natiqah, yaitu substansi halus dalam diri manusia
yang memungkinkannya untuk mengetahui hakekat.[10]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruh adalah daya jiwa yang terdapat
dalam qolb yang berfungsi untuk mengarahkan manusia agar dapat
merasakan secara pasti keberadaan Tuhan seolah-olah ia melihat Nya. Kesadaran
akan keberadaan Tuhan tersebut mendorong hati untuk mencintai Tuhan.
4. Al- Nafs
Kata
al-nafs mempunyai dua arti. Pertama, al-nafs berarti totalitas diri manusia.
Sehingga jika di sebut “nafsaka (dirimu)”. Maka berati dirimu secara
keseluruhan, bukan tangan, bukan kaki, bukan pikiran tetapi keseluruhan dirimu
yang membedakan dengan orang lain. Al-nafs dalam arti ini mendapat berbagai
julukan sesuai dengan kondisinya. Jika al-nafs dalam menghadapi syahwat dengan
tenang maka dijuluki al-nafs al-muthmainnah, sebagaimana dalam al-qur’an surat
al-fajr ayat 27-28


“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”.
Jika
al-nafs dalam menghadapi syahwat dengan tidaktenang tetapi lebih cenderung
mengikutinya tanpa kendali, maka di beri julukan al-nafs al-ammarah,
sebagaimana dalam al-qur’an surat yusuf ayat 53.

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun Lagi Maha
Penyayang”.
Al-nafs
al-ammarah bisa menjadi al-nafs al-muthmainnah manakala seseorang terbebas dari
akhlak yang tercela.
Jika
al-nafs dalam menghadapi syahwat dengan setengah-setengah antara menolak dan
menerima tetapi lebih cenderung mencela diri sendiri ketika melakukan syahwat
maka diberi julukan al-nafs al-lawwamah, sebagaimana dalam Al-Qur’an surat
al-qiyamah ayat 3:

“Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan
mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?”.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa al-nafsu al-lawwamah termasuk nafsu yang baik karena dia
senantiasa mencela diri sendiri meskipun sudah bersungguh-sungguh untuk
melaksanakan ketaatan.[11]
Kedua,
al-nasf menurut para shufi adalah pusat munculnya akhlak tercela. Mereka
cenderung mengartikan al-nasf dengan konotasi negatif. Itulah sebabnya nafsu
wajib diperangi (mujahadah al-nafs).
Menurut
al-Ghozali nafsu diartikan “Perpaduan kekuatan marah (gadlab) dan syahwat dalam
diri manusia”.[12]
Kekuatan gadlab pada awal nya tentu untuk sesuatu yang poitif seperti untuk
mempertahankan diri, mempertahankan agama dan sebagainya. Dengan adanya gadlab
itulah jihad diperintahkan dan kehormatan diri terjaga. Dengan kekuatan marah
seseorang dapat menumpas kedholiman dan kemungkaran. Namun ketika gadlab tidak
terkendali maka yang terjadi adalah kehancuran akhlak dan sifat tercela.
Demikian
juga dengan syahwat (syahwat seks) perkembangbiakan manusia tetap berjalan,
perpaduan antara pria dan wanita yang membentuk satu keluarga bisa terjadi
sehingga akan terbentuk komunitas sosial. Dengan syahwat (makan dan minum),
muamalah mencari rizki dapat berjalan, bisa dibayangkan tidak ada syahwat
makan, minum, dan sebagainya tentu roda perekonomian tidak mungkin berjalan.
Untuk
mengendalikan syahwat dan ghadlab, Allah telah membuat kekuatan pengendali baik
eksternal maupun internal. Secara eksternal Allah membuat aturan syariat untuk
mengendalikan derasnya laju syahwat dan ghadlab. Allah memperbolehkan seseorang
menyalurkan syahwat seksnya sesuai dengan aturan syariat. Demikian juga Allah,
menghalalkan syahwat makan dan minum asal sesuai dengan batas-batas yang telah
ditentukan. Sedangkan secara internal, Allah telah memasang aqal dalam diri
manusia agar manusia itu bisa mengendalikan derasnya laju syahwat. Itulah Allah
melarang keras usaha-usaha maupun tindakan-tindakan yang menyebabkan akal tidak
berfungsi.
Syari’at
melarang seseorang yang sengaja tidak menyalurkan syahwatnya. Rasul saw
melarang umatnya berpuasa terus menerus tidak pernah libur berpuasa. Puasa ada
batasan-batasan waktu yang tgelah ditentukan oleh syari’at.Oleh karena itu
meskipunpuasa itu baik, namun seseorang tidak diperbolehkan melakukan puasa
tanpa batasan waktu. Puasa sunnah yang terbaik menurut syari’at adalah puasa
Dawud yakni sehari puasa sehari libur. Demikian juga seseorang dilarang
membujang untuk selamanya.
B. Cara Memahami Potensi
Potensi Ruhaniah Manusia
Sebenarnya kita semua tanpa terkecuali mempunyai banyak sekali yang bisa
di kembangkan. Namun sedikit dari kita yang tau bagaimana cara untuk mengenal
dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Berikut beberapa cara untuk mengenali
potensi diri antara lain :
1. Kenali diri sendiri
Buat daftar pertanyaan dan jawab dengan jujur. Misalnya : Apa yang
membuat anda bahagia? Apa yang anda inginkan dalam hidup ini? Apa kelebihan dan
kekuatan anda? Apa kelemahan dan kekurangan anda?
2. Tentukan tujuan hidup
Tentukan tujuan hidup anda untuk jangka pendek maupun jangka panjang
sesuai kemampuan dan kompetensi anda.
3. Kenali motivasi hidup
Setiap manusia mempunyai motivasi tersendiri untuk mencapai tujuan
hidupnya. Apa yang bisa mencambuk anda untuk membangun kekuatan dan dukungan
moril sehingga menghasilkan karya terbaik.
4. Hilangkan negatif thingking
Jangan menyalahkan orang lain dalam menghadapi hambatan. Evaluasi
langkah anda, kemudian melangkah lagi.
5. Jangan mengadili diri sendiri
Jika menghadapi hambatan dan kegagalan untuk mencapai tujuan jangan
menyesal dan mengadili diri sendiri berlarut-larut. Jadikan kegagalan sebagai
pengalaman dan bahan pelajaran yang berharga untuk maju.
6. Bertanya kepada orang yang terdekat
Misalnya orang tua, kakak-adik, saudara, keluarga, atau teman. Terkadang
kita tidak menyadari potensi yang kita miliki karena itu diperlukan orang lain
untuk menyadarkan kita.
7. Banyak membaca, melihat dan merasakan
Dengan begitu akan banyak informasi dan pengetahuan yang bertambah.
Bacaan dan tontonan yang kita sukai itu bisa jadi adalah sebuah potensi.
C. Cara Mengembangkan Potensi Ruhaniah Manusia
Setelah benar-benar memahami apa sebenarnya potensi diri yang anda
miliki, maka langkah selanjutnya yang harus diketahui adalah bagaimana cara
mengembangkan potensi diri anda sendiri. Dalam hal cara
mengembangkan potensi diri disini yang perlu ditekankan terdiri dari beberapa
langkah penting. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Harus diawali dengan niat
2. Harus berpikir positif dalam setiap
hal
3. Harus memiliki komitmen
4. Jangan menganggap remeh orang lain
5. Menerima saran, kritik dan masukan
yang bersifat membangun dari orang lain
6. Konsisten terhadap apa yag kita
lakukan
7. Yakinlah bahwa kita pasti bisa
Dari beberapa poin cara mengembangkan diri diatas yang
paling utama sekali harus dilakukan adalah poin pertama, yaitu mengawali
pengembangan potensi diri tersebut dengan niat yang tulus. Dengan adanya niatan
tulus, maka akan tercipta pikiran positif yang akan membuat anda memiliki
komitmen yang kuat untuk mencapai tujuan dari potensi anda.
Sesuatu hal yang dilakukan tentu tidak akan berbuah hasil
manis jika dilakukan tanpa adanya konsistensi, maka dalam hal ini yang paling
utama yang harus anda ingat adalah konsisten. Bila anda mengerjakan sesuatu
hanya dalam beberapa hari atau bulan saja, maka tentu hasil dari potensi diri
yang anda kerjakan belum terlihat, maka cobalah untuk tetap konsisten, dan
yakin dan percayalah bahwa apa yang anda cita-citakan akan segera terwujud.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, kita dapat mengetahui pembagian dari
potensi rohaniah manusia, yaitu al-qalb, al-aql, al-ruh, dan al-nafs.
1. Al-Qalb yaitu Qalbu adalah hati nurani yang
menerima limpahan cahaya kebenaran ilhaih, yaitu ruh. Sebagaimana sejak alam
ruh, kita telah melakukan kesaksisan kebenaran.
2. Al-Aql yaitu menahan atau mengikat hawa
nafsunya sehingga nafsunya terkendali karena diikat atau ditaha,
sedangkan orang yang tidak mempunyai aql tidak mengikat nafsunya sehingga
nafsunya liar tak terkendali.
3. Al-Ruh yaitu pusat yang didalamnya manusia tertarik
dan kembali pada sumbernya.
4.Al- Nafs yaitu muara yang
menampung hasil oleh fu’ad, shadr, dan hawa yang kemudian
menampakkan dirinya dalam bentuk perilaku nyata dihadapan manusia
lainnya.
Untuk lebih bisa mengembangkan potensi rohaniah manusia,
maka perlu mengetahui cara mengenali potensi rohaniah tersebut, yaitu dengan
mengenali diri sendiri, menentukan
tujuan hidup, mengenali motivasi
hidup, menghilangkan negatif
thingking, jangan mengadili diri
sendiri, bertanya kepada orang
yang terdekat, serta banyak membaca, melihat dan merasakan.
Sehingga, kita juga harus mengembangkan potensi
rohaniah manusia dengan cara yaitu harus diawali dengan niat, harus berpikir positif dalam setiap hal, harus memiliki komitmen, jangan menganggap remeh
orang lain, menerima saran, kritik dan masukan yang bersifat membangun
dari orang lain, konsisten terhadap apa yag kita lakukan serta meyakini bahwa kita pasti bisa.
B. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka
penulis memberikan saran yang semoga bermafaat bagi
para pembaca yaitu:
1.Diharapkan para pembaca bisa memahami pengertian
dari qalbu, akal, ar-ruh dan nafsu.
2.Diharapkan kita dapat lebih dalam
mempelajari akhlak tasawuf.
3.Diharapkan para pembaca bisa mengambil pelajaran dari
makalah ini.
Mohon maaf apabila dalam
penyusunan makalah terdapat kesalahan baik dalam penggunaan bahasa maupun dalam
penulisan makalah. Untuk mengembangkan makalah ini, perlu adanya kritik serta saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qusyairy, Imam an-Naisabury.2000.Risalatul Qusyairiyah Induk Ilmu Tasawuf.Surabaya:Risalah
Gusti.
Ghazali, Imam.1998.Ihya’
Ulumuddin.Singapore:Pustaka Nasional.
Hamka.1983.Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya.Jakarta:PT.
Serumpun Padi.
http://tipsyoman.blogspot.com/2012/12/cara-mengembangkan-potensi-diri.html-7
Usman, Fatimah.1989.Ilmu Tasawuf I.Semarang:Yayasan Studi
Iqro’.
/
[2]Abu Hamid al-Ghazali, ihya’
Ulumuddin, juz 2, al-Muktabah al-Syamilah, hal. 206
[3] Abu Abdillah ibn Ali
al-Hakim al-Tirmidzi, Bayan al-Farq baina
al-Shadwa al-Fuad wa al-Lub, Kairo, Maktabat al-Kulliyat al-Azhariyah,t.th.
hal 50-52
[5] Ibn Manzhur, Lisan al Arab juz
2, (Beirut:
Dar el Fikr, 1990), h.h. 459-460, lihat pula : Muhammad bin Abi bakr Abd Al
Qadir Ar Razy, Mukhtar
As Shihah, (Beirut: Maktabah Lubnan, 1986), hal.110
[11]Abu al-Hasan Ali Ibn Muhamad Ibn Ibrahim Ibn Amr’ Tafsir al-Khazin, Bab I, Juz,
al-Maktabah al-Syamilah, hal. 190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar