‘ILMU ASBAB AL-NUZUL
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : ‘Ulum
Al-Qur’an
Semester I
Dosen Pengampu : Hj.
Nadhifah, M.S.I

Disusun Oleh:
1.
Makis Setiawan (1503056079)
2.
Andrik Noor Hanafi (1503056080)
3.
Alicia Indah Ardiani (1503056081)
![]() |
|||
![]() |
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Qur’an
adalah pedoman bagi umat Islam yang utama. Al-Qur’an memberi pedoman dalam
segala aspek kehidupan manusia. Sehingga peran Al-Qur;an dalam kehidupan umat
Islam sangatlah penting. Berkaitan dengan peran Al-Qur’an yang sangat penting,
maka umat Islam pun wajib mempelajarinya. Mempelajari Al-Qur’an tidak hanya
tentang pesan tersuratnya semata tetapi juga harus mampu menangkap pesan
tersirat dalam Al-Qur’an tersebut.
Isi yang
terkandung dalam Al-Qur’an sangatlah lengkap dalam menjawab segala masalah
kehidupan. Selain mempelajari apa yang terkandung dalam Al-Qur’an tersebut,
umat Islam juga harus mengetahui sebab-sebab diturunkannya ayat demi ayat dalam
Al-Qur’an. Hal tersebut dapat dipelajari dalam ‘Ilmu Asbab al-Nuzul. Asbab
al-Nuzul menjadi sejarah sebab diturunkannya ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam hal ini
berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Muhammad yang sesuai dengan
isi Al-Qur’an.
Umat Islam yang
mengetahui Asbab al-Nuzul Al-Qur’an akan lebih memahami makna yang terkandung
di dalamnya. Jadi umat Islam dapat mengetahui dari akar hingga ujung Al-Qur’an
secara lengkap dan benar.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka
dalam makalah ini mencoba untuk mengkaji tentang “’Ilmu Asbab
al-Nuzul”
yang dirumuskan dalam beberapa masalah, yaitu:
1.
Apa pengertian Asbab al-Nuzul?
2.
Apa saja macam-macam dari Asbab
al-Nuzul tersebut?
3.
Bagaimana arti penting dari Asbab
al-Nuzul dalam menafsirkan Al-Qur’an?
4.
Bagaimana
kaidah penetapan hukum berdasarkan Asbab al-Nuzul?


PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asbab al-Nuzul
Kata
Asbabun Nuzul terdiri atas kata asbab dan an-nuzul. Asbab
adalah kata jamak dari kata mufrod sabab yang secara etimologis berarti sebab,
alasan, illat (dasar logis), perantara,
wasilah, pendorong (motivasi), tali kehidupan, persahabatan, hubungan
kekeluargaan, kerabat, asal, sumber dan jalan. Sedangkan nuzul berarti turun. Jadi, Asbab al Nuzul dapat diartikan
sebagai sebab turunnya sesuatu (al-Qur’an), atau sesuatu yang menyebabkan
adanya peristiwa.
Menurut terminologis ada
beberapa rumusan yang dikemukakan para ahli ‘Ulumul Quran. Diantaranya Manna
al-Qaththan dan Subhi As-Shaleh yang
pertama mendefinisikan : “Sababun Nuzul ialah sesuatu yang dengan keadaan
sesuai itu Al-Quran diturunkan pada waktu sesuai itu terjadiseperti suatu
peristiwa atau pertanyaan”.[1]
Batasan
lebih lengkap dirumuskan oleh Subhi As-Shaleh. Menurutnya :
سبب النزول مانزلت
به اللآية أواللآيات متضمّنة له أو مجيبة عنه أومبيّنة لحكمه زمن وقوعه
“Sabab Nuzul ialah
segala sesuatu hal yang menyebabkan sepotong ayat atau beberapa ayat diturunkan
sebagai bukti adanya peristiwa, atau sebagai jawaban terhadap suatu pertanyaan
atau untuk menjelaskan hukum sesuatu yang terjadi pada masa itu.”[2]


Paling tidak menurut sebagian ahli tafsir, di antaranya
Ahmad Mushtasfa al-Maraghi, ketika ayat 45 surat Al-Qamar diturunkan, banyak
sahabat Nabi yang tidak memahami maksud dari ayat tersebut.Umar bin Al-Khatbtbab
r.a. misalnya, sempat menyatakan “dan aku baru bisa memahami isi kandungannya
disaat saat perang badar terjadi dalam mana Nabi Muhammad SAW mengenakan baju
perangnya seraya beliau membacakan sayuhzamul jam’u wa yuwallunad-dubur.”[5]
Hikmah dari keberadaan sabab nuzul seperti itu
(mendahulukan ayat dengan memebelakangi peristiwa), kata az-Zarkasyi, karena
memang kadang-kadang terjadi pertanyaan atau peristiwa yang menghendaki
turunnya Al-Quran tetapi pada saat yang berlainan, juga acap kali terjadi turunnya
ayat Al-Quran lebih dulu yang justru mengandung informasi tentang kan
terjadinya peristiwa itu. Turunnya ayat yang
demikian kepada Nabi Muhammad SAW sudah tentu dalam rangka memberika peringatan
(semacam aba-aba) terhadap peristiwa yang akan terjadi.[6]
B.
Macam-macam Asbab al-Nuzul

1.
Peristiwa yang berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk
antara segolongan dari suku Aus dan Khazraj. Peristiwa itu timbul dari intrik-intrik
yang ditiupkan oleh orang-orang Yahudi, sehingga mereka berteriak: Senjata!
Senjata!. Peristiwa tersebut menyebabkan ayat 100 dari surat Ali ‘Imran
diturunkan, yaitu:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä bÎ) (#qãèÏÜè? $Z)Ìsù z`ÏiB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# Nä.rãt y÷èt/ öNä3ÏZ»oÿÎ) tûïÌÏÿ»x. ÇÊÉÉÈ
Hai orang-orang yang beriman,
jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya
mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.
Dan ayat-ayat berikutnya turun
menyertainya. Hal ini kiranya merupakan cara terbaik untuk orang yang
berselisih untuk lebih bersikap kasih sayang, mengutamakan persatuan dan
kesatuan.
2.
Peristiwa berupa kesalahan yang serius seperti yang
terjadi pada seseorang yang menjadi imam shalat dalam keadaan mabuk hingga ia
membaca surat Al Kafirun sebagai ini:
ö@è% $pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ
|
Ayat kedua tersebut
terbaca tanpa la yang tentunya mendatangkan makna yang berlawanan
dengan makna yang sesungguhnya. Dengan demikian turun ayat tentang larangan
shalat dalam keadaan mabuk tersebut:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan
3.
Peristiwa yang
menjadi cita-cita dan keinginan para Shahabat, seperti persesuain harapan Umar
Ibn al Khattab dengan ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda:
انّ الله جعل
الحقّ على لسان عمر
Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran (al-Qur’an) pada
lisan Umar.[8]
Dalam sejarah tercatat beberapa harapan Umar ra. yang
pernah dikemukakan kepada Nabi Muhammad kemudian turun ayat-ayat yang
kandungannya sesuai dengan harapan-harapannya.
Contoh:
Al Bukhari dan lainnya meriwayatkan
dari Anas, bahwa Umar ra. Berkata: Aku sesuaikan Tuhanku dalam tiga hal; (1)
Aku sampaikan kepada Rasul bagaimana sekiranya makam Ibrahim as. kita jadikan
tempat shalat. Maka turun ayat:
(#räϪB$#ur `ÏB ÏQ$s)¨B zO¿Ïdºtö/Î) ~?|ÁãB .........( ÇÊËÎÈ
dan Jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat
(2) Aku mengatakan kepada Rasul, sesungguhnya istri-istri anda akan
didatangi orang baik orang baik dan orang jahat, alangkah baiknya anda
perintahkan kepada mereka sekiranya agar bertabir. Maka turun Q.S. al-Ahzab: 53
tentang hijab.

Apabila kamu
meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), Maka mintalah
dari belakang tabir
(3) (ketika itu) istri-istri Rasul mengerumuninya, karena
cemburu. Lalu aku katakan kepada mereka:
عسى ربّه أن طلّقكنّ
أن يبدّله أزواجا خيرا منكنّ
Semoga Tuhannya menceraikan kalian
untuk memberinya ganti istri-istri yang lebih baik daripada kalian.
Maka ayat tentang hijab tersebut turun.[9]
Adapun hal-hal yang menyebabkan turunnya ayat dalam bentuk pertanyaan
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:[10]
1.
Pertanyaan yang
berhubungan dengan peristiwa masa lalu, seperti pertanyaan tentang Dzul Qarnain
yang menyebabkan ayat 83 dari surat al-Kahfi turun:
tRqè=t«ó¡our `tã Ï Èû÷ütRös)ø9$# ( ö@è% (#qè=ø?r'y Nä3øn=tæ çm÷ZÏiB #·ò2Ï ÇÑÌÈ
mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah:
"Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya".
2.
Pertanyaan yang
berhubungan dengan peristiwa yang sedang berlangsung sebagai jawaban atas
tuntutan masyarakat pada waktu itu, seperti pertanyaan tentang ruh yang
jawabannya adalah Q.S. al-Isra’: 85
tRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( ...... ÇÑÎÈ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
3.
Pertanyaan yang berhubungan dengan peristiwa pada masa mendatang, seperti hal
kiamat yang jawabannya adalah ayat 42 surat an-Nazi’at yang turun karenanya:

y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ïptã$¡¡9$# tb$r& $yg9yöãB ÇÍËÈ
(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya?[11]
C.
Arti Pentingnya Asbab al-Nuzul dalam menafsirkan al-Qur’an
Ilmu Asbab al-Nuzul perlu dipelajari,
terutama bagi orang yang ingin menafsirkan atau memahami al-Qur’an, karena
sebagai ilmu Asbab al-Nuzul ini sangat membantu, dan menunjang pemahaman
terhadap ayat secara tepat dan dapat menghindarkan interpretasi yang salah,
seperti apa yang dikatakan para ‘ulama, antara lain:
1.
Asbab an Nuzul, al Wahidi (w. 427 H); yang mengatakan, bahwa:
لايمكى معرفة
تفسير الآية دون الوقوف على قصّها ويمان نزولها
“Tidak mungkin
diambil pengetahuan menafsirkan sebuah ayat tanpa berpegang pada (alur)
ceritanya dan keterangan (proses dan latar belakang) turunnya.”[12]
2.
Asbab an Nuzul, Ibn Taimiyah (w. 726 H); menyatakan bahwa:
معرفة سبب
النزول بعين على فهم الآية فانّ العلم بالسبب يورث العلم بالمسبب
“Pengetahuan tentang sabab nuzul
dapat menolong menginterpretasikan suatu ayat karena ilmu tentang sebab
mendatangkan pengetahuan terhadap apa yang terjadi (musabbab).”[13]
3.
Ibn Daqiq al ‘Id (w. 702 H); menyatakan bahwa:

بيان سبب الزول
طريق قوي فى فهم معانى القرآن
“Keterangan tentang sabab nuzul merupakan jalan utama
untuk memahami makna-makna (dalam) al-Qur’an.”[14]
Oleh karena itu, maka tidak mengherankan bagi kita bila kaum Muhaqqiqin
dengan tegas mengharamkan seseorang yang berani menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
tanpa mempunyai ilmu-ilmu tentang asbab al nuzul. Sejarah telah mencatat
kegagalan menafsirkan suatu ayat tanpa ilmu asbab al nuzul, bahwa dengan tidak
mengetahui asbab al nuzul seseorang akan telah salah dalam memahami ayat-ayat
al-Qur’an, misalnya adalah:
1.
Kekeliruan yang
pernah dialami oleh Marwan Ibn al-Hakam dalam memahami sebuah ayat, yaitu Q.S.
Ali Imran:188:
w ¨ûtù|¡øtrB tûïÏ%©!$# tbqãmtøÿt !$yJÎ/ (#qs?r& tbq6Ïtä¨r br& (#rßyJøtä $oÿÏ3 öNs9 (#qè=yèøÿt xsù Nåk¨]u;|¡øtrB ;oy$xÿyJÎ/ z`ÏiB É>#xyèø9$# ( öNßgs9ur ë>#xtã ÒOÏ9r& ÇÊÑÑÈ
Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan
apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan
yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari
siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.
Menurutnya, ayat tersebut merupakan ancaman bagi semua orang mukmin. Maka
ia langsung menyuruh pengawas istananya, Rafi’ untuk menyampaikan masalahnya
kepada Ibn Abbas, bahwa bila setiap orang yang gembira karena memperolah
sesuatu, dan setiap orang yang suka dipuji mengenai sesuatu yang belum
dikerjakan akan disiksa. Ibn Abbas pun menjelaskan hal tersebut, tetapi Rafi’
belum paham juga. Maka Ibn Abbas menjelaskan latar belakang nuzul ayat
tersebut. Katanya:

Lalu Ibn Abbas membaca ayat 197 dan 188 dari surat Ali ‘Imran. Maka
kesalahpahaman marwan kepada ayat tersebut pun menjadi sirna setelah diketahui sebabnya.
2.
Kesalahpahaman
yang dialami ‘Utsman Ibn Madh’un dan ‘Amr Ibn Ma’di Karib terhadap ayat 93 dari
surat al-Maidah:
}§øs9 n?tã úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# Óy$uZã_ $yJÏù (#þqßJÏèsÛ #sÎ) $tB (#qs)¨?$# (#qãZtB#uä¨r (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# §NèO (#qs)¨?$# (#qãZtB#uä¨r §NèO (#qs)¨?$# (#qãZ|¡ômr&¨r 3 ª!$#ur =Ïtä tûüÏYÅ¡ósçRùQ$# ÇÒÌÈ
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah
mereka Makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan
amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian
mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan.
Berdasarkan
ayat tersebut, dikisahkan, mereka berkata bahwa khamr masih
dipernolehkan (bagi orang-orang beriman dan beramal shaleh) dan mereka berdua
menghendakinya. Padahal ayat turun berdasarkan latar belakang pertanyaan
masyarakat atas nasib kaum muslimin, mengapa khamr diharamkan, bagaimana halnya
dengan orang-orang yang gugur di jalan Allah sedangkan mereka pernah
meminumnya, padahal Allah telah menegaskan bahwa khamr minuman keras
adalah najis (ayat 90).[15]
Maka ayat 93 turun sebagai jawaban atas pertanyaan mereka. Jadi Allah
mengampuni dosa yang dilakukan oleh orang sebelum mereak memeluk agama Islam,
atau dosa meminum khamr sebelum itu diharamkan, yakni sebelum ayat 90 turun.

a.
Untuk menunjang dan membantu memahami
ayat al-Qur’an dan menghindarkan kemusyrikan pada ayat tersebut.
b.
Untuk mengetahui hikmah
disyari’atkannya hukum Islam.
c.
Untuk mengetahui spesifikasi hukum yang
disebabkan oleh sebab-sebab khusus. Bahwa dasar ayat ini diturunkan adalah
karena adanya sebab khusus.
d.
Untuk menghindarkan anggapan bahwa
hukum itu menyempitkan, karena memang ada hukum yang secara lahiriah
menyempitkan.
e.
Untuk mengetahui nama-nama orang yang
terlibat dalam peristiwa turunnya ayat-ayat tertentu sehingga pemahaman
terhadap makna suatu ayat menjadi lebih jelas.
f.
Untuk membantu dan mempermudah hafalan
dan pemahaman ayat, dan membantu melekatkan ayat-ayat bersangkutan pada hati
pendengarnya ketika ayat tersebut dibaca.
D. Kaidah Menetapkan Hukum Dikaitkan dengan Asbab Al Nuzul
Berikut adalah
beberapa kaidah dalam menetapkan hukum yang berkaitan dengan asbab al nuzul:
1.
Ketika perawi menerangkan dengan kata
SEBAB atau adanya huruf fa ta’qibiyyah (( فاء تعقيبيّة yang terdapat pada ayat
yang turun, setelah memaparkan peristiwa atau pertanyaan yang diajukan kepada
Nabi saw. misalnya perawi adalah:

Peristiwa yang
terjadi demikian, atau nabi saw. ditanya tentang ini.... maka ayat (ini)
diturunkan demikian,
Maka yang
demikian itu menunjukkan ‘ibrah yang jelas tentang sebab dan
secara definitif telah meunjukkan adanya sebab turunnya ayat.
2.
Apabila perawi meriwayatkan dengan
penuturan:
نزلت هذه الآية فى كذا
Ayat ini
diturunkan dalam (peristiwa) ini/ demikian
Maka ‘ibrah
tersebut mengandung dua kemungkinan; (a) bisa merupakan sebab turunnya ayat
tertentu, dan (b) bida pula menunjukkan hukum yang terkandung dalam ayat itu.
Berkaitan
dengan hal itu az Zarkasyi berkata: “Telah diketahui tradisi para sahabat
dan para tabi’in, bahwa ketika mereka mengatakan: Ayat ini turun tentang hal
ini”, maka maksudnya adalah bahwa ayat ini mengandung ayat ini, tidak
dimaksudkan bahwa adanya sebab bagi turunnya ayat.
Golongan ahli
hadits memasukkan ‘ibrah seperti itu ke dalam hadits musnad dan marfu’,
misalnya yang terdapat pada ungkapan Ibn Umar:
أنزلت الآية فى ئتيان النساء فى أدبارها
(Ayat ini diturunkan dalam hal “mendatangi” istri melalui arah belakang).[16]

3.
Bila ada seorang perawi menyatakan
dengan ungkapan:
نزلت هذه الآية فى كذا
(Ayat ini
diturunkan dalam hal ini),
sedangkan perawi lainnya berkata:
نزلت هذه الآية فى غير ذالك
(Ayat ini
diturunkan dalam masalah lainnya),
maka hal yang demikian itu menunjukkan
istinbath hukum yang terkandung dalam ayat atau untuk menafsirkan ayatnya.
Keduanya bisa diambil, tetapi keduanya bukan riwayat bagi sebab nuzul. Misalnya
riwayat tentang surat Adh-Dhuha (الضّحى) .
4. Dan apabila ada
peraawi menyatakan: نزلت هذه الآية فى كذا
sedangkan yang lain mengatakan سبب نزول هذه
الآية كذاmaka yang diambil adalah ‘ibrah kedua sebagai riwayat sebab nuzulnya ayat
secara jelas. Misalnya, riwayat dari
Nafi’, katanya: Suatu hari aku membaca ayat
.... نساؤكم حرث لكم ,
lalu Ibn Umar ra. bertanya: Apakah kau tahu ayat tersebut diturunkan mengenai
apa? Aku menjawab: Tidak. Lalu ia menjelaskan:

(Ayat ini diturunkan mengenai
“mendatangi” istri melalui “jalur” belakang).[17]
Akan tetapi
Muslim meriwayatkan dari Jabir, bahwa orang-orang Yahudi mengatakan:
Barangsiapa menjima’ istrinya pada qubulnya lewat duburnya, maka anak yang
lahir akan juling, maka turun ayat:
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kata
Asbabun Nuzul terdiri atas kata asbab dan an-nuzul. Asbab
adalah kata jamak dari kata mufrod sabab yang secara etimologis berarti sebab,
alasan, illat (dasar logis),
asal, sumber dan jalan. Sedangkan nuzul
berarti turun. Jadi, Asbab al Nuzul dapat diartikan sebagai sebab
turunnya sesuatu (al-Qur’an), atau sesuatu yang menyebabkan adanya peristiwa. Menurut
terminologis Asbabun Nuzul ialah sesuatu yang dengan keadaan sesuai itu
Al-Quran diturunkan pada waktu sesuai itu terjadiseperti suatu peristiwa atau
pertanyaan.
Dalam bentuk peristiwa Asbab al-Nuzul dikelompokkan
menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Peristiwa yang berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk
antara segolongan dari suku Aus dan Khazraj.
2.
Peristiwa berupa kesalahan yang serius seperti yang terjadi pada seseorang
yang menjadi imam shalat dalam keadaan mabuk hingga ia salah dalam membaca
surat Al Kafirun.
3.
Peristiwa yang menjadi cita-cita dan
keinginan para Shahabat.
Adapun hal-hal yang menyebabkan turunnya ayat dalam bentuk pertanyaan
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Pertanyaan yang
berhubungan dengan peristiwa masa lalu, seperti pertanyaan tentang Dzul Qarnain
yang menyebabkan ayat 83 dari surat al-Kahfi.
2.
Pertanyaan yang berhubungan dengan peristiwa yang sedang berlangsung
sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat pada waktu itu, seperti pertanyaan
tentang ruh yang jawabannya adalah Q.S. al-Isra’: 85.

3.
Pertanyaan yang berhubungan dengan peristiwa pada masa mendatang, seperti
hal kiamat yang jawabannya adalah ayat 42 surat an-Nazi’at yang turun karenanya.

Ilmu Asbab al-Nuzul perlu dipelajari,
terutama bagi orang yang ingin menafsirkan atau memahami al-Qur’an, karena
sebagai ilmu Asbab al-Nuzul ini sangat membantu, dan menunjang pemahaman
terhadap ayat secara tepat dan dapat menghindarkan interpretasi yang salah.
Sebagaimana manfaat mempelajari Asbab al Nuzul salah satunya adalah untuk menunjang dan
membantu memahami ayat al-Qur’an dan menghindarkan kemusyrikan pada ayat
tersebut.
B. Saran
Pelajarilah isi
kandungan dari al-Qur’an, karena dengan al-Qur’an hidup akan terarah ke jalan
yang lurus. Pelajari juga asababul nuzul dari ayat-ayat al-Qur’an dalam
membantu memahami isi al-Qur’an. Jadikanlah al-Qur’an sebagai petunjuk yang
selalu menemani kita dalam setiap langkah kehidupan. Terakhir, Jadikanlah
makalah ini sebagai media untuk memahami tentang “’Ilmu Asbab al Nuzul”. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang kontruktif dari pembaca demi kesempurnaan penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Al-Mustasfa Al-Maraghi.
Tafsir Al-Maraghi. jil.
9. t.th.
As Suyuthi. Al
Itqan. Beirut: Dar al Fikr. t.th.
As-Shaleh
Subhi. 1977. Mabahist
Fi ‘Ulumil Quran. Beirut: Dar al, Ilm lil Malayin.
Az-Zarkasyi
(Badruddin Muhammad bin Abdillah). 1972. Al-Burhan
Fi ‘Ulumil Quran, jil.1. Beirut: Dar al
Ma’arifah.
Manna’ al-Qaththan.
1393H/ 1973M.
Mabahits Fi ‘Ulumil Quran. Beirut: Dar al Fikr.
Riwayat dari Ahmad dan an Nasa’i.
Syakur. M. 2001. ‘Ulum al-Qur’an. Semarang:
PKPI2-FAI Unwahas.
[2] Subhi As-Shaleh, Mabahist
Fi ‘Ulumil Quran, 1998, hlm. 132.
[3]Az-Zarkasyi (Badruddin
Muhammad bin Abdillah), Al-Burhan Fi ‘Ulumil Quran, jil.1, 1376H/1957M,
hlm. 32.
[4] Perang badar terjadi
17 Ramadhan tahun kedua hijriyah yang bertepatan dengan bulan Januari 24
Masehi.
[5] Ahmad Al-Mustasfa
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, jil. 9. J. 27, hlm. 98.
[6] Az-Zarkasyi, Al-Burhan
Fi ‘Ulumil Quran, hlm. 31
[11] Kata-kata ini mereka ucapkan adalah sebagai ejekan saja, bukan karena
mereka percaya akan hari berbangkit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar