Sabtu, 09 April 2016

MAKALAH NUZULUL QUR’AN

MAKALAH
NUZULUL QUR’AN

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Hj. Nadhifah, M.S.I










Disusun Oleh :
Shofiyya maulina        (1503056073)
Mu’mmar R.  Qadafi  (1503056074)
Dita Septian Ningrum (1503056075)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO SEMARANG 2015-2016
BAB  I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Salah satu cabang Ulumul Qur’an, yaitu Ilmu Nuzulul Qur’an. Sebagaimana diketahui begitu Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, Al-Qur’an tersebut langsung mencuri perhatian baik kau muslim atau orang kafir quraisy terutama kaum yang masih ingkar terhadap Al-Qur’an.
                                    Ilmu Nuzulul Qur’an berbeda dengan ilmu Asbabun Nuzul yang akan dibahas kemudian.[1] Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab. Orang yang mahir berbahasa arab, mereka sombong dapat mengerti arti dari padahal orang arab sendiri banyak yang belum mengerti kandungan dari Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk mengetahui isi kandungan Al-Qu’an ilmu yang mempelejari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qu’an yaitu Ulumul Qur’an balam bab Nuzulul Qur’an.

B.      Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Nuzulul Qur’an ?
2.      Bagaimana Tahapan Turunnya Nuzulul Qur’an?
3.      Bagaima dalil-dalil Ilmiah tetntang turunnya Al-Quran?
4.      Apa Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Berangsur ?
5.      Bagaimana Pemeliharaan Al-Qu’an Mulai Masa Nabi Sampai Sekarang ?










BAB  II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Nuzulul Qur’an.
Sebelum diterangkan pengertian Nuzulul Qur’an , terlebih dahulu perlu dijelaskan arti kata nuzul secara bahasa dan istilah, kemudian diterangkan pengetian Nuzulul Qur’an.
1.      Pengertian Nuzul
Nuzul menurut bahasa mempunyai beberapa arti. Para ulama’ berbeda pendapat mengenai arti kata Nuzul, antara lain sebagai berikut :
Ø  Imam Ar-Raghib Al-asfihani dalam kitabnya Al-mufrodaat, kata Nuzul itu mempunyai arti: Al-inhidar min “uluwwin Ila Safalin” (meluncur dari atas ke bawah). Contohnya antara lain firman Allah swt:
Artinya : “Dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit.[2]
Ø  Imam Al – Fairuz ZABADI DALAM KAMUSNYA Al-Muhith Al-Hulul Fil Makan, kata Nuzul mempunyai arti bertempat disuatu tempat. Contohnya, antara lain firman Allat SWT:

Artinya:
“Dan berdoalah: Ya Tuhanku tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi dan engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat.” (QS Al-Mu’minun: 29)
Ø  Imam Az-Zamakhsyari dalam tafsirnya Al-Kasysyaf, kata Nuzul itu berarti Al-Ijtima’ (kumpul). Contohnya, seperti ucapan                 (orang-orang telah berkumpul ditempat itu.
Ø  Sebagian para ulama mengatakan, kata Nuzul itu berarti turun secara berangsur – angsur sedikir demi sedikit. Contohnya seperti dalam ayat Al-Qur’an, antara lain:

Artinya:
“Dialah yang menurunkan Al-Qur’an pada kamu, di antaranya isinya ada ayat-ayat muhtamat. Itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat.” (QS Ali Imron: 7)

Ø  Jumhur ulama, arti kakarenakanta Nuzul dalam konteknsnya dengan Al-Qur’an atau arti dari kalimat Nuzulul Qur’an tidak perlu menggunakan arti yang haqiqi, yaitu yang berarti turun atau bertempat maupun berkumpul, melainkan perlu memakai arti yang majas, atau arti pinjaman atau tidak asli. Sebab lafal Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah SWT yang tidak relevan jika dikatakan meluncur dari atas atau turun. Hal ini di Allah SWT itu tidak bertempat di langit atau jauh diatas sana, sehingga wahyunya harus turun dari atas kebawah. Menurut keterangan ayat 186 Al-Baqarah, Allah SWT itu dekat dengan hamba-Nya:

Artinya:
“Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepdamu tentang Aku, maka jawablah bahwa aku adalah dekat.”
Bahkan menurut 16 surat Qaaf, Allah SWT itu lebih dekat kepada hamba-hamba-Nya daripada urat lehernya;

Artinya:
“Dan Kami adalah lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”

Allah menyampaikan wahyu Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW itu tidak tepat, jika kata nuzul tersebut dikaitkan dengan “menurunkan” yang merupakan arti haqiqi. Sebab, Allah SWT tidak diatas, karena memang Allah SWT itu tidak mengambil tempat.
Karena itu, kata nuzul dalam kalimat Nuzulul Qur’an itu harus diartikan dengan makna majasi, yaitu Al-Idhlar (menampakkan/menjelaskan) atau Al-I’lam (memberitahukan/menerangkan) atau pun Al-Ifham (memahamkan atau menerangkan).

Pengertian Nuzulul Qur’an
Sesuai dengan pengertian nuzul yang baru diterangkan diatas, maka pengertian Nuzulul Qur’an ini ada beberapa arti dari berbagai pendapat para ulama, antara lain sebagai berikut:
Ø  Jumhur Ulama, ntara lain Ar-Razi, Imam As-Suyuthi, Az-Zakarsyi, dan lain-lain mengatakan: Arti nuzulul Qur’an itu secara haqiqi tidak cocok untuk Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang berada pada zat-Nya. Sebab dengan  memakai ungkapan “diturunkan” menghendaki adanya materi kalimat atau lafal atau tulisan huruf yang riil yang harus diturunkan. Karena itu, arti kalimat Nuzulul Qur’an itu harus dipakai makna Majazi, yaitu: Menetapkan / memantapkan / memberitahukan / memahamkan / menyampaikan Al-Qur’an. Baik disampaikannya Al-Qur’an itu ke Lauhil Mahfudz atau ke Baitul Izah di langit dunia, smaupun kepada Nabi Muhammad SAW sendiri.
Ø  Sebagian Ulama, antara lain imam Ibnu Tamiyah, dkk mengatakan: Pengertian Nuzulul Qur’an itu juga tidak perlu dialihkan dari arti haqiqi kepada arti majazi. Maka kata Nuzulul Qur’an itu berarti  “Turunnya Al-Qur’an”. Sebab, arti tersebut sudah biasa digunakan dalam bahasa Arab.

B.      Tahap-Tahap Turunya Al-Qur’an
Tahap diturunkannya Al-Qur’an itu ada tiga fase, seperti yang akan dijelaskan berikut dengan dalil-dalil:
a)      Tahapan Pertama (At-Tanazzulul Awwalun)
Tahapan pertama, Al-Qur’an diturunkan/ditempatkan Lauh Mahfudz. Yakni, suatu tempat dimana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti.
Dalil yang mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an itu ditempatkan di Lauh Mhafudz ialah keterangan firman Allah SWT.
Artinya: “Bahkan (yang didustakan mereka) itu ialah Al-Qur’an yang mulia yang tersimpan di Lauh Mahfudz. (QS Al-Buruj: 21-22)
Tetapi mengenai sejak kapan Al-Qur’an ditempatkan di Lauh Mahfudz itu, dan bagaimana caranya adalah merupakan hal-hal Ghaib tidak ada yang mampu mengetahuinya, selain dari Allah SWT. Namun, mengenai bagaimana cara turunnya Al-Qur’an itu ke Lauh Mahfudz dapat disistematiskan secara sekaligus ke seluruh Al-Qur’an itu.
Hal itu didasarkan atas dua argumentasi sebagai berikut:
Pertama, karena dhohirnya lafal nash ayat 21-22 surah Al-Buruj itu tidak menunjukkan arti berangsur-angsur seluruh isi Al-Qur’an.
Kedua, karena rahasia atau hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bernagsur – angsur, seperti yang akan diterangkan dibelakang, tidak cocok untuk tahap pertama ini.
b)      Tahapan Kedua (At-Tanazzul Ats-Tsani)
Tahapan kedua, Al-Qur'an turun dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia.
Jadi, setelah berada di Lauh Mahfudz, kitab Alquran itu turun ke Baitul Izzah di langit dunia atau langit terdekat dengan bumi ini.
Banyak dalil yang menerangkan penurunan Alqurn tahapan kedua ini, baik dari ayat Al-qur’an atupun dari hadits Nabi Muhammad SAW, diantaranya sebagai berikut:

Artinya:
“Sesungguhnya kami menurunkannya atau (Al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi.” (QS Ad-Dukhan: 3).
Artinya:
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya atau (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS Al-Qadr: 1).

Artinya:
“Beberapa hari itu (ialah Bulan Ramadhan, Bulan yang dialamnya diturunkan atau permulaan AlQur’an).” (QS Al-Baqarah: 185).

Hadits riwayat Hakim dari Sa’id bi Jubair dari Ibnu Abbas r.a. dari nabi Muhammad SAW yang bersabda:

Artinya:
“Al-Qur’an itu dipisahkan dari pembutannya lalu diletakkan dari Baitul Izzah ke langit dunia, kemudian mulailah malaikat Jibril menurunkannya kepda Nabi Muhammad SAW.” (H.R. Hakim dari Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas r.a.).

Hadits riwayat An-Nasa’i, Hakim, dan Baihaqi sdari Ibnu Abbas r.a., beliau berkata:

Artinya:
“Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus ke langit dunia pada malam Qadr, kemudian setelah itu diturunkan (sedikit demi sedikit) selama 20 Tahun.” (H.R. An-Nasa’i dari Ibnu Abbas).

Hadits riwayat Hakim, Baihaqi, dll dari Ibnu Abbas r.a. beliau berkata:

Artinya:
“Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus ke langit dunia dan hal itu adalah seprti perpindahan bintang-bintang, Allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW setelah sebagian (yang lain).”
Semua dalil ayat dan hadits-hadits tersebut diatas menunjukkan turunnya Al-ur’an tahap kedua ini dan cara turunnya, yaitu secara sekaligus turun seluruh isi Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izza di langit dunia.

c)      Tahapan Ketiga (At-Tanazzulul Ats-Tsaalist)
Tahapan ketiga, Al-Qur’an turun dari Baitul Izzah ke langit dunia langung kepada Nabi Muhammad SAW. Artinya, setelah wahyu kitab Alquran itu pertama kali ditempatkan di Lauh Mahfudz, lalu keduanya diturunkannya di Baitul Izzah di langit dunia, kemudian ketiganya disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad SAW, baik melaui perantaraan malaikat Jibril ataupun langsung ke dalam hati sanubari Nabi Muhammad SAW, maupun dari balik tabir. Dalilnya, ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits Nabi.

Artinya:
“Dan sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas.” (QS Al-Baqarah: 99).

Artinya:
“Dialah yang menurunkan Alquran kepadamu diantara (isinya) ada ayat-ayat yang Muhkamat, itulah pokook-pokok isi Alquran, dan yang lain (ada ayat-ayat) yang Mutasyabihat.” (QS Ali Imron: 7).

Artinya:
“Ia (Alqur’an) itu dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu Muhammad agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan.” (Q.S. As-Syura: 193-194).

Artinya:
“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur, agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Q.S. Al-Isra’: 106).

Artinya:
“Beerkatalah orang-orang kafir: Mengapa Al-Qur’an itu tidak ditunkan kepadanya sekali turun saja. Demikianlah supaya kami perbuat hatimu dengannya dan kami(menurunkannya) dan membacakannya kelompok demi kelompok.” (Q.S. Al-Furqon: 132).

Artinya:
“Jika Allah berfirman dengan wahyu, mulailah langit itu bergeser keras karena takut kepada Allah. Kalau penghuni langit itu mendengar hal tersebut, maka pingsanlah mereka dan tunduk serta bersujud, dan yang pertama kali mengangkat kepalanya dari mereka itu ialah Malaikat Jibril. Maka Allah lalu berfirman kepadanya dengan wahyu-Nya, mengenai sesuatu yang dikehendaki-Nya, disampaikan-Nya kepada para malaikat. Lalu setiap melewati langit dunia, maka penghuninya bertanya: Apakah yang difirmankan Tuhan kita? Dia menjawab: “kebenaran.” Maka selesailah perintah-Nya.” (H.R. Ath-Thabrani).




Artinya:
“Sesungguhnya Al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW seraya berkata: Wahai Rasulullah, Bagaimanakah wahyu itu datang kepadamu? Maka Rasulullah SAW bersabda: “ Kadang-kadang datanf kepadaku seperti gemuruhnya bunyi lonceng dan itu yang paling beraat bagiku. Maka begitu berhenti bunyi itu dariku aku telah menguasai apa yang sudah diucapkan. Dan kadang-kadang malaikat menyamar kepadaku sebagai laki-laki, lalu mengajak berbicara kepadaku. Maka aku kuasai apa yang dikatakannya.” Aisyah lalu berkata: “Saya pernah melihat beliau menerima wahyu pada hari yang sangat dinginn, tetapi begitu selesai wahyu itu dari beliau maka bercucuranlah keringat di pelipis beliau.” (H.R. Al-Bukhari).

Dari dalil ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut diatas, dapatlah diketahui bahwa cara turunnya Al-Qur’an pada tahap ketiga ini adalah secara langsung  Nabi Muhammad SAW dengan cara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit dan kadang-kadang lewat perantaran Malaikat Jibril a.s. tentang bagaimana cara Malaikat Jibril menerima wahyu Al-Qur’an yang akan disampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW, adalah seperti keterangan hadis Ath-Thabrani, yaitu dia menemukan firman Allah SWT, langsung dari sisinya.”

C.      Dalil-dalil Ilmiah tentang turunnya Al-Quran
1.      Dalil Pertama
Dalil Hipnotis atau setruman ini merupakan hasil penemuan ilmiah Dr. Masner, seorang sarjana jerman. Bahwa manusia dihipnotis dapat melihat, mendengar, membaca, dan menerangkan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya sewaktu tidak dihipnotis. Bahkan dia dapat menjelaskan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan akal batinnya. Seseorang saja bisa menghipnotis orang lainnya untuk mematuhi perintahnya apalagi Nabi Muhammad seorang utusan, pasti akan lebih mudah menghipnotis umatnya untuk percaya pada AL-Quran.

2.      Dalil Kedua
Akrobat Circus ini merupakan sebutan sebagian jenis binatang yang tadinya bodoh karena dilatih dengan berbagai macam gerakan, tarian, dan ketrampilan. Hal ini tentunya tidak karena kepandaian dan kecerdasan otak binatang itu melainkan karena ketekunan dan keahlian para pelatihnya sehingga dapat menyuruh binatang menyuruh hal-hal yang diperintahnya. Manusia biasa saja dapat melatih binatang untuk mematuhi perintahnya, tidak diragukan lagi Malaikat Jibril dalam mengajar Nabi Muhammad SAW untuk mengakui kebenaran wahyu.



3.      Dalil Ketiga
Dalil rekaman seperti video, mesin fotocopy, yang betul-betul dapat memproduksi berbagai dokumen atau catatan-catatan kuliah dengan waktu yang sangat cepat. Maka pastilah malaikat itu betul-betul dapat menyampaikan ajaran wahyu yang dapat membuat nabi atau rosul pandai menceritakan segala yang diajarakan.

4.      Dalil Keempat
Alat-alat elektronik canggih seperti Radio, Televisi, Komputer, dan sebagainya.  Dan komputer-komputer dapat mngerjakan perintah ataupun menjawab pertanyaan-pertanyaan maupun menggambarkan kontruksi bangunan yang luas ataupun tinggi sekalipun hanya dalam beberapa detik. Maka apakah tidak bisa diterima akal manusia bahwa Allah SWT yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa lebih dari bisa untuk mengajarkan sebagian ilmu-Nya kepada salah seorang hamba yang dipilihnya menjadi nabi.

5.      Dalil Kelima
Komunikasi canggih seperti telepon, telegram modem, dan lain-lain yang dapat segera mengirimkan pesan atau berita dan data-data dari dan ke tempat-tempat yang sangat berjauhan sekalipun. Padahal semua alat komunikasi tersebut hanya hasil rekayasa manusia biasa. Maka secara ilmiahnya malaikat lebih dari bisa dengan cepat memberi, menyampaikan berita wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam menurunkan wahyunya.

D.     Hikmah Turunnya Al-Qur’an secara Berangsur-angsur
Adapun hikmah dari tanzul tahap pertama ini adalah seperti hikmah dari eksistensi lauh Mahfudh itu sendiri dan fungsinya sebagai tempat catatan umum (arsip) dari segaa hal yang ditentukan dan diputuskan Allah SWT dari segala makhluk, alam dan semua kejadian. Sebab, Lauh Mahfudh itulah yang menunjukan berbagai data dan fakta serta argumentasi yang membuktikan kebesaran kekuasaan kehendak dan kebijaksanaan-Nya
Hikmah pada tahapan kedua, Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah itu ada tiga hal, sebagai berikut:
1.      Menunjukan kehebatan dan kemukjizatan Al-Qur’an, yang turunnya tidak sama dengan kitab-kitab suci yang lain, tetapi berbeda dan secara khusus, yaitu dengan diturunkan secara bertahap-tahap.
2.      Menjelaskan kebesaran Nabi Muhammad SAW yang menerima kitab suci Al-Qur’an ini, yang tidak diterimanya langsung secara sekali diterima, melainkan diatur secara bertahap. Mula-mula di tempat Lauh Mahfuh, lalu ke Baitul Izzah secara sekaligus, baru kemudian disampaikan langsung kepada beliau secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
3.      Memberitahukan kepada para malaikat para malaikat dan para nabi serta para rasul  terdahulu, mengenai kemudian dan ketinggian Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul penghabisan, dan kitab suci terakhir yang diterimanya.

Adapun hikmah turunnya Al-Qur’an pada tahap ketiga/langsung kepada Nabi Muhammad SAW yang secara berangsur-angsur ini, antara lain sebagai berikut:

1.      Mempermudah pembacaan dan penyampaiannya kepada umat manusia dengan keterangan ayat 106 surah Al-Isra yang telah ditulis dan diterjemahkan di atas. Sebab, jika sekiranya seluruh Al-Qur’an itu ditrunkan secara sekaligus, tentu akan sukar untuk mempelajari pembacannya, apa lagi penyampainnya kepada masyarakat.
2.      Mempermudah untuk menghafalkannya, sesuai dengan keterangan ayat 32 surah Al-Furqan tersebut di atas. Sebab, seandainya semua ayat-ayat Al-Qur’an itu disampaikan secara sekaligus, tentu akan sukar sekali menghafalkannya.
3.      Mempermudah pemahaman seluruh isi ajarannya, sesuai pula dengan keterangan ayat 32 surah Al-Furqan tersebut. Sebab, jika seluruh ayat Al-Qur’an itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara sekaligus, padahal beliau atau kebanyakan sahabat adalah ummi (tidak pandai membaca dan menulis), maka jelas akan ada kesulitan untuk bisa memahami keseluruhan isi kandungannya.
4.      Lebih meresapkan inti ajaran Al-Qur’an ke dalam hati sanubari Nabi dan umatnya. Hal ini sesuai dengan keterangan ayat 32 surah Al-Furqan tersebut. Sebab, seandainya Nabi menerimawahyu Al-Qur’an itu secara sekaligus, maka sudah pasti akan menyulitkan beliau beserta umatnya dalam meresapi semua peraturannya.
5.      Lebih mempermudah praktik pelaksanaan hukum-hukum peraturan Al-Quran yang bermacam-macam itu. Karena itu, para sahabat dahulu jika mempelajari kitab Aal-Quran hanya sekitar sepuluh ayat saja. Mereka tidak beralih kepada ayat-ayat lain sebelumn mengetahui isi ajaran Al-Quran, dan bisa mempraktikan pelaksanaan hukum-hukum peraturan ajaran Al-Quran itu.
6.      Memberi kesempatan kepada umat Islam guna menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan hukum ajaran Al-Quran yang diturunkan ayat-ayatnya secara berangsur-angsur dan penetapan hukumnya secara bertahap-tahap. Dengan demikian, mereka mampu beradaptasi dengan cara sedikit demi sedikit meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang terlarang . Misalnya, seperti proses pengharaman minuman keras, praktik riba, dan sebagainya secara bertahap, sehingga mereka sempat berlatih meninggalkannya sedikit demi sedikit. Sebab, seandainya penetapan pengharaman itu secara radikal atau drastis, mereka akan berat sekali untuk mematuhi larangan-larangan tersebut, karena hal-hal itu seudah menjadi kebiasaan yang telah mendarah daging bagi mereka.


E.      Pemeliharaan Al-Quran
Sejarah penulisan dan pemeliharaan secara umum pada dasarnya dibagi menjadi empat masa: Pencatatan al-quran pada masa nabi, penghimpunannya di zaman Abu Bakar As-Syidiq penulisan al-quran pada masa Utsman bin Affan dan pencetakan al-quran pada abad ke-17 masehi.
1.      Pada  Masa Nabi
Pada masa Nabi Muhammad, Al-quran sebenarnya telah ditulis, karena setiap nabi mendapatkan al-quran dari malaikat jibril beiau menyuruh para sahabatnya untuk menuliskan wahyu tersebutpada benda-benda yang bisa ditulis seperti kulit binatang, tulang-belulang, pelepah kurma, batu-batu putih yang tipus dan lain sebagainya. Nabi mempunyai sekitar empat penulis wahyu. Pada saat itu tulisan al-quran masih belum bertitik dan berkharakat. Bentuk tulisannya (khot) kufi yang masih kaku dan surat-suratnya, mengingat belum adanya kertas pada saat itu dan masih sedikitnya benda-benda untuk menulis. Kendati deemikian urutan surat dan ayat sudah bnayak diketahui oleh para sahabat. Tidak berurutannya ayat-ayat dan surat al-quran. Nabi sendiri tidak mengetahui kapan terakhir al-quran diturunkan kepada beliau. Yang jelas, sebelum nabi wafat seluruh al-quran telah ditulis.

2.      Pada Masa Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar, Al-quran dikumpulkan dan ditulis kembali. Penyebabnya adalah kekhawatiran sahabat umar ketika banyak sahabat yang mati syahid pada peperangan yamanah, jika hal ini berlangsung, maka akan banyak al-quran yang hilang dengan meninggalnya para sahabat. Akhirnya sahabat umar mengusulkan kepada sahabat abu bakar untuk menuliskan al-quran. Setelah berdiskusi cukup alot, akhirnya abu bakar menyetujui  usul tersebut dan memerintahkan kepada sahabat Zaid bin Tsabit untuk menulis kembali ayat-ayat al-quran yang pernah ia tulis pada masa nabi. Dan juga dikumpulkan ayat-ayat al-quran yang ditulis di atas benda-benda pada masa nabi. Dan juga dikumpulkan dari hafalan para sahabat dan tulisan al-quran pada mereka. Setelah selesai mengumpulkannya barulah dinamakan “mushaf”. Meskipun demikian dalam mushaf tersebut masih belum ada tanda baca, belum ada titik. Dan lain sebagainya. Inilah jasa tersebar dari sahabat Abu bakar untuk Islam.







3.       Pada Masa Ibnu Affan
Ketika Utsman menjadi kholifah, Islam telah tersebar secara luas sampai Syam (Syiria), Basyrah (Irak), dan lain-lain. Suatu saat Utsman mengerahkan bala tentara islam dari wilaayah syam dan irak untuk menaklukan Armenia dan Azerbaijan. Ketika itu Hudzaifah ibn Al-Yaman
mengabarkan kepada perbedaan khalifah bahwa diantara penduduk syam dan Irak untuk menaklukan Armenia dan Azerbaijan. Ketika itu Hudzaifah ibn al-Yaman mengabarkan kepada khalifah bahwa diantara penduduk syam dan irak telah terjadi perselisihan diakibatkan perbedaan bacaan al-quran. Lalu ia pun mengusulkan kepada Utsman untuk menyalin al-quran yang telah dihimpu Abu Bakar dan memperbanyaknya untuk disebarkan kepada kaum musliimin agar tidak terjadi perselisihan yang dapat merusak persatuan umat Islam.
Setelah mengecek kebenaran berita yang disampaiakan Hudzaifah, lalu Utsman meminta shuhuf yang ada ditangan Hafsah untuk disalin dan diperbanyak. Kemudian Utsman membentuk panitia penyalin Mushaf al-quran yang diketuai Zaid bin Tsabit dengan tiga anggota yaitu: Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash dan Abdurrahman bin al-Harits vin Hisyam.
Setelah tugas mereka selesai, maka khalifah Utsman memerintahkan untuk mengirimkan mushaf yang telah digandakan itu ke berbagai daerah Islam, dan memerintahkan untuk membakar membakar selain mushaf tersebut. Pembakaran tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya pertikaian dikalangan umat islam.
Adapun jumlah penggandaan mushaf utsman terjadi perbedaan Ulama. Ada yang mengatakan empat buah, dan dikirim ke Kuffah, Bashrah, dan Syiria sedang yang satu dipegang oleh Utsman sendiri.[3]












BAB  III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Nuzul secara bahasa menurut Ar-Raghib meluncur dari atas ke bawah, menurut Az-Zamakhsyari nuzul artinya kumpul, menurut para ulama’ nuzul artinya turun secara berangsur-angsur, bila digabungkan nuzul itu turun dari atas kebawah secara berangsur-angsur. Tetapi menurut jumhur ulama’ pengertian  nuzulul Qur’an  tidak perlu menggunakan yang hakiki melainkan pengertian yang majasi, sebab Allah tidak bertempat tinggal di langit sehingga wahyunya tidak harus turun dari atas ke bawah.
Ada tiga tahapan turunnya Al-Qur’an yang pertama yaitu Al-Qur’an diturunkan/ ditempatkan di Lauh Mahfudh (tempat dimama tidak seorangpun yang dapat mengetahuinya). Kedua yaitu Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah yang terdapat tiga pendapat mengenai turummya dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah ini pendapat pertama menyatakan Al-Qur’an pada tahap ini langsung secara keseluruhan, pendapat kedua Al-Qur’an pada tahap ini turun sampai dua puluh kali turunan dalam 20 malam lailatul qadar yaitu 20 tahun, pendapat ketiga menyatakan pertama turun pada malam lailatul qadar setelah itu turun secara berangsur-angsur dengan waktu yang berlainan.
Terdapat lima dalil ilmayah Al-Qur’an turun secara berangsur yaitu pertama Hipnotis. Sebenarnya manusia yang dihipnotis dapat melihat, mendengar, dan menerangkan hal-hal yang tidak dapat dilakukan sewaktu tidak dihipnotis. Kedua Akrobat Circus ini sebutan sebagian binatang yang tadinya bodoh karena tidak berakal kemudian dididik sehingga dapat menyuruh hal-hal yang di perintahkannya melalui keahlian dan pelatihan-pelatihannya. Ke tiga Alat-alat rekaman seperti photo copy yang dapat memproduksi berbagal macam dokumen. Ke empat Alat-alat elektronik canggih seperti radio, televisi, komputer dsb yang komputer sendiri dapat menjawab pertanyaan dan menggambarkan suatu kontruksi bangunan. Kelima yaitu komunikasi canggih seperti telephon yang dapat mengirim pesan dengan cepat. Semuanya merupakan ciptaan Allah , orang saja dapat melakukan seperi yang di atas apalagi seorang Nabi yang sudah di utus oleh Allah.
Hikmah diturunkannya Al-Quran antara lain, menunjukkan berbagai data dan fakta serta argumentasi yang membuktikan kebesaran kekuasaan Allah SWT di Lauhul Mahfudh, menunjukan kehebatan dan kemukjizatan Al-Quran, menjelaskan kebesaran Nabi Muhammad SAW, memeberitahukan kepada para Malaikat dan para Nabi mengenai kemuliaan dan ketinggian Nabi Muhammad, mempermudah pembacaan dan penyampaiannya kepada umat manusia, mempermudah untuk menghafalkan, mempermudah praktik pelaksanaan hukum-hukum peraturan Al-Quran dsb.
Pemeliharaan pada masa Nabi masih ditulis di kulit binatang, kulit pohon, dll. Pada saat Abu Bakar ditulis kembali dalam bentuk mushaf. Pada masa Usman sudah mulai di nukukan hingga sekarang.






































DAFTAR PUSTAKA

Djalal, Abdul. 1997. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.
Hasbi, Teuku. 2009.  Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra




[1]  Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, ( Surabaya : Dunia Ilmu, 1997 ) , hlm. 45.
[2] Ibid, hal. 45  
[3] Teuku M. Hasbi ash-Shiddiqy, Sejarah dan penghantar ILMU AL_QURAN dan TAFSIR, Semarang: PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2009. Hal 56.

1 komentar:

  1. No Deposit Bonus Casinos 2021 - Casino Master
    No Deposit 토토커뮤니티 Bonuses for Casino Master 2021 The 인스타 셀럽 most 텐벳먹튀 common 골인 벳 먹튀 type of no deposit bonus is free 맥스 벳 spins, no deposit bonus codes, and

    BalasHapus