Sabtu, 09 April 2016

BAHAYA PENYAKIT HATI : RIYA , DENGKI, BERBICARA BERLEBIHAN, CINTA DUNIA, SOMBONG, BANGGA DIRI DAN TERAPI MENGHINDARINYA

MAKALAH
BAHAYA PENYAKIT HATI : RIYA , DENGKI, BERBICARA BERLEBIHAN, CINTA DUNIA, SOMBONG, BANGGA DIRI DAN TERAPI MENGHINDARINYA

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Tauhid
Dosen Pengampu : Drs. H. Soeparyo, M. Ag

 













Disusun Oleh :

Ati Nur Afifah                      1503056069
Firdausia Kholidah                1503056084
M. Fizalul Muttaqin              1503056091


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015/2016
MAKALAH
BAHAYA PENYAKIT HATI : RIYA , DENGKI, BERBICARA BERLEBIHAN, CINTA DUNIA, SOMBONG, BANGGA DIRI DAN TERAPI MENGHINDARINYA

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Tauhid
Dosen Pengampu : Drs. H. Soeparyo, M. Ag

 













Disusun Oleh :

Ati Nur Afifah                      1503056069
Firdausia Kholidah                1503056084
M. Fizalul Muttaqin              1503056091


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
i
2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Bahaya Penyakit Hati : Riya , Dengki, Berbicara Berlebihan, Cinta Dunia, Sombong, Bangga Diri dan Terapi Menghindarinya” dengan hadirnya makalah ini semoga dapat memberikan informasi bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.
             Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi agung Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan pengikutnya, semoga kelak mendapatkan syafa’atnya.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak, penulisan makalah ini mungkin tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Bapak Prof. Dr. Muhibbin, M. Ag selaku rektor UIN Wallisongo Semarang yang telah memberi izin kepada penyusun untuk mengumpulkan data sebagai penyusun makalah ini.
2.      Bapak Drs. Soeparyo, M. Ag selaku dosen pengampu yang telah memberikan pengarahan dan koreksi sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
3.      Teman-teman semuanya yang telah memberikan motivasinya serta semua pihak yang telah membantu terselesainya penyusun makalah ini.
     Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu, penyusun mohon kritik dan sarannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
                                                                                               
Semarang, 04 Oktober 2015

Penyusun

ii
 


Daftar Isi
Halaman Judul...........................................................................................     i
Kata Pengantar..........................................................................................     ii
Daftar Isi...................................................................................................      iii
Bab I : PENDAHULUAN ........................................................................    1
A.    Latar Belakang..............................................................................      1
B.     Rumusan Masalah.........................................................................      2
C.     Tujuan Penulisan...........................................................................      2
Bab II : PEMBAHASAN  ........................................................................    3
A.    Pengertian Penyakit hati dan Macam-Macamnya.........................      3
a.       Riya..........................................................................................     4
b.      Dengki,.....................................................................................     5
c.       Berbicara berlebihan..................................................................    5
d.      Cinta dunia, ..............................................................................    6
e.       Sombong, .................................................................................    7
f.       Bangga diri...............................................................................     9
g.       Kikir.........................................................................................     9
B.     Dampak dari penyakit Hati..........................................................       10
C.     Terapi Menghindari Penyakit Hati................................................      10
Bab V : PENUTUP....................................................................................    12
A.    Simpulan........................................................................................     12
B.     Saran..............................................................................................     12
Daftar Pustaka............................................................................................    13
LAMPIRAN
iii
 










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tidak sedikit manusia sering tertipu oleh hawa nafsunya. Misalnya manusia mengira dirinya benar, padahal salah; menganggap dirinya pintar, padahal sebenarnya bodoh; dan mengira amal ibadahnya bakal diterima oleh Allah, padahal mereka tahu tidak ada satupun makhluk yang bisa menjamin amal kebaikan yang dikerjakannya itu bakal diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Apalagi terhadap amal kebaikan yang dengan niatan untuk pamaer dan meraih popularitas.
Tanpa kita sadari kita juga memiliki penyakit hati, karena memang kita manusia yang pasti berbuat dosa, dan setiap tindakan manusia tidak lepas dari hati. Meskipun manusia sudah mengetahui adanya penyakit hati, namun mereka tetap melanggarnya.  Padahal sebagai manusia seharusnya bisa introspeksi diri, apakah penyakit-penyakit hati yang tumbuh dalam jiwa mereka akan terus bercokol dalam mental dan batin manusia tersebut? Tentunya tidak. Pastinya manusia perlu berusaha, berdoa dan banyak-banyak bersyukur, serta jangan pernah yang namanya berlebih-lebihan dalam suatu hal, karena sesungguhnya Allah sangat tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Hati (bahasa Arab Qalbu) adalah bagian yang sangat penting daripada manusia. Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh amal kita. Rasulullah saw. bersabda, “…Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari). Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.
Dalam surat At-Taubah Allah berfirman:
$¨Br&ur šúïÏ%©!$# Îû OÎgÎqè=è% Ðßt¨B öNåkøEyŠ#tsù $²¡ô_Í 4n<Î) óOÎgÅ¡ô_Í (#qè?$tBur öNèdur šcrãÏÿ»Ÿ2 ÇÊËÎÈ  
Artinya : “Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan mereka mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125].
Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Hadad R.a mengatakan bahwa penyakit-penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada penyakit-penyakit tubuh ditinjau dan berbagai segi dan arah. Yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan mudharat (keburukan/kerugian) atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaannya di dunia dan di akhirat, dan bermudarat bagi akhiratnya, yaitu tempat kediaman yang baqa, kekal dan abadi. Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik, karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.[1]

B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa rumusan masalah yang penulis kaji diantaranya sebagai berikut :
a.       Apa pengertian penyakit hati riya , dengki, berbicara berlebihan, cinta dunia, sombong, dan bangga diri?
b.      Bagaimana dampak atau bahaya dari penyakit hati?
c.       Bagaimana terapi menghindari penyakit hati?
                                                                                
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini diantaranya adalah :
a.       Untuk mengetahui pengertian penyakit hati riya , dengki, berbicara berlebihan, cinta dunia, sombong, dan bangga diri
b.      Untuk mengetahui dampak atau bahaya dari penyakt hati
c.       Untuk mengetahui cara terapi menghindari penyakit hati






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Penyakit Hati dan Macam-Macamnya
Penyakit hati adalah penyakit yang ditimbulkan karena kerusakan terutama pada presepsi dan keinginan dalam jiwa manusia. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau syubhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran, atau  melihat sesuatu tidak sebagaimana adanya. Di sisi lain, keinginannya membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebatilan yang berbahaya.
Al-Imam Ibnu Qoyim Al-Jauziyah menambahkan, ketika kebenaran muncul hati terbagi menjadi empat macam yaitu :
1.      Ada hati yang bertambah kafir dan ingkar.
2.      Ada hati yang bertambah keimanan dan keyakinannya.
3.      Ada hati yang yakin dengan kebenarannya, tetapi ingkar mengingkarinya.
4.      Ada hati yang bingung dan buta, sehingga ia tidak mengerti maksud kebenaran yang datang.
Adapun penyakit hati, pada umumnya, berupa keingkaran dan keraguan, sehingga sulit membedakan antara kebenaran dan keburukan. Seorang yang memiliki penyakit hati adakalanya ia meragukan atau mengingkari suatu kebenaran, seperti yang disebutkan dalam firman Allah, surat Al-Baqoroh ayat 10
Îû NÎgÎ/qè=è% ÖÚz£D ãNèdyŠ#tsù ª!$# $ZÊttB ( óOßgs9ur ë>#xtã 7OŠÏ9r& $yJÎ/ (#qçR%x. tbqç/Éõ3tƒ ÇÊÉÈ 
Artinya : Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
Kata maradh pada ayat tersebut mempunyai makna keragu-raguan.[2]

a.      Riya
Riya’ adalah memamerkan atau menampakkan sesuatu yang ada pada dirinya, dengan tujuan supaya mendapat pujian atau sanjungan dari orang lain. Riya’ itu termasuk syirik  yakni perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu lainnya. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya yang paling aku takuti atas kamu sekalian adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, “apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “Syirik yang paling itu adalah riya’ ”.[3]
            Riya’ merupakan perilaku terkeji ketika seseorang melakkan ritual ibadah hanya untuk memperoleh tempat di hati orang lain.[4] Sejatinya riya dilakukan dengan niat bukan karena Allah, tapi hanya karena manusia semata, dalam arti tidak ikhlas. Riya sendiri dilakukan secara mengada-ada karena pelaku riya sendiri melakukan amal tersebut tidak sesuai dengan kemampuan. Bahkan pelaku riya pun melakukan amal dengan pilih kasih. Tujuan dari pelaku riya pun tidak lain adalah ingin dipuji manusia dan mengharapkan imbalan semata.
Sifat riya itu adalah salah satu penyakit ruhaniyah yang diklasifikasikan oleh Rasulullah dengan syirik kecil, termasuk perbuatan menyekutukan Allah meskipun bukan dalam bentuk terang-terangan. Dalam hal ini Rasulullah menerangkan dalam sebuah hadits yang artinya: “Sesungguhnya yang paling aku takuti atasmu ialah syirik kecil, yaitu riya ( beribadah bukan karena Allah semata tapi untuk dilihat orang )”.
Jelas sangat berbeda antara ikhlas dan riya. Perbedaan antara ikhlas dengan riya dijelaskan oleh Al-Harits Al-Muhasiby dalam bukunya “Ar-Ri’aayah” sebagai berikut: “Ikhlas itu ialah anda menuju Tuhan dengan mentaati-Nya, tidak anda kehendaki selain-Nya, adapun riya itu terbagi dua macam : pertama, mentaati Allah karena manusia. Kedua tujuannya manusia dan Tuhannya manusia, kedua-duanya merusak amal.”
Riya berdasarkan bentuknya ada dua macam diantaranya, yang pertama riya dalam niat. Maksudnya riya dalam niat adalah riya yang berkaitan dengan hati, yaitu sejak awal perbuatan bahkan yang dilakukannya tidak didasari ikhlas sebelumnya sudah didasari riya. Yang kedua riya’ dalam perbuatan. Yaitu memamerkan atau menunjukkan perbuatan di depan orang banyak, agar perbuatan tersebut dipuji, diperhatikan, dan disanjung orang lain.

b.      Dengki (Hasad)
Iri hati merupakan suatu penyakit hati yang parah karena sebagian para ulama menilai sebagai akar dari semua penyakit hati. Sementara sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa induk penyakit hati adalah ketamakan.
Menurut Zumroh dalam bukunya yang berjudul Tombo Ati mengatakan bahwa, dengki adalah keinginan hilangnya nikmat dari orang lain, yang disebabkan adanya rasa sakit hati, rasa dendam, rasa benci dan adanya sifat ujub (merasa dirinya paling hebat) serta sifat sombong. Sehingga ia akan sekuat tenaga untuk menjatuhkan dan menghilangkan kenikmatan dari diri seseorang tersebut.
Rasulullah saw bersabda bahwa iri hati memakan semua amal kebaikan kita, sebagaimana api membakar kayu kering. Rasulullah saw juga bersabda, “Tiap pemilik karunia menyebabkan orang iri hati kepadanya”.
Imam Mawlud menjelaskan bahwa iri hati terlihat ketika seseorang menginginkan orang lain kehilangan karunia yang dimilikinya. Allah Maha bijaksana terhadap segala pemberian-Nya kepada hamba-Nya. Apabila seseorang meragukan karunia yang telah diberikan kepadanya, maka dia sebenarnya dia meragukan Sang Pemberi. Hal ini membuat iri pantas dicela dan dilarang.

c.       Berbicara Berlebihan
Lisan walaupun bentuknya kecil dan tidak bertulang, namun ia mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Seseorang yang tidak mampu menjaga lisannya,maka ia akan terjerumus terhadap hal-hal yang tidak baik, yakni memikirkan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya, maka ia akan selamat hidupnya.[5]
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwasannya Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam” .[6]

d.      Cinta Dunia
Cinta dunia merupakan penyakit hati yang harus diobati, sebab penyakit cinta dunia itu dapat menimbulkan penyakit lainnya seperti serakah, suka memfitnah orang lain, iri dengki dan lain-lain. Kita hidup di dunia ini hanya untuk sementara waktu dan apa yang telah kita lakukan akan dipertanggung jawaban kelak di akhirat dan apa yang telah kita miliki ini hanya titipan dari Allah SWT.
Allah telah berfirman dalam al qur’an surat Al Isra’ ayat 36 yang berbunyi
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ 
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertangggung jawabnya”. [7]
Sebuah ungkapan bijak yang dihubungkan dengan pernyataan Nabi Isa as., “Dunia ini bagaikan sebuah jembatan, maka lewatilah dunia ini untuk menuju dunia selanjutnya, tetapi jangan mencoba membangun di dalamnya.” Cinta pada dunia dianggap patut dicela, meskipun menginginkan materi duniawi supaya tidak menyusahkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, bukan termasuk yang patut dicela. Bukan termasuk yang patut dicela pula menginginkan dunia sebagai bekal untuk tujuan mencapai yang terbaik di hari akhir.
Cinta pada dunia terbagi dalam lima kategori kaidah-kaidah hukum klasik. Bergantung pada tujuan-tujuan tiap orang, cinta pada dunia ini bisa jadi : wajib, dianjurkan (mandub), boleh (mubah), pantas dicela (makruh), atau terlarang (haram). Kita harus mencintai sesuatu bersifat material di dunia ini yang membantu kita meraih kebahagiaan di Hari Akhir, seperti mencintai Al-Qur’an, Ka’bah, Rasulullah saw., orangtua, para ulama, kitab atau buku ilmu pengetahuan, anak-anak, serta saudara-saudara yang menolong kita dalam urusan keagamaan, seperti halnya cinta terhadap kekayaan supaya dapat memberi kaum fakir miskin.
            Jadi, Imam Mawlud menganggap bahwa cinta pada dunia dipuji atau dicela, tergantung pada kebaikan atau kerugian yang ditimbulkannya terhadap seseorang. Apabila cinta pada dunia menggiring pada sebuah penyakit hati, seperti kerakusan dan keangkuhan, maka hal tersebut patut dicela. Jika cinta pada dunia menggiring pada peningkatan spiritual dan penyembuhan hati, maka hal tersebut dipuji. Apa yang diperingatkan para ulama tradisional adalah bahaya melanggar hukum. Semakin banyak kekayaan yang seseorang peroleh, semakin tinggi pula kemungkinan seseorang akan menyimpang kepada selain Allah. Berlomba-lomba untuk memperoleh  kekayaan dapat menjadi sebuah candu dan menggiring pada perilaku yang dianggap sebagai penyakit hati.[8]

e.       Sombong
Manusia diciptakan oleh Allah dari setetes mani kemudian menjadi segumpal darah yang kemudian menjadi segumpal daging yang telah disempurnakan oleh Allah. Jadi tidak pantaslah manusia itu menyombongkan dirinya dan sesuatu yang telah mereka miliki, seperti harta, anak, istri, suami dan lain sebagainya. Sebab pada hakikatnya semua itu adalah milik Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil.[9]
Rasulullah saw  memberi peringatan buruknya bersifat sombong : “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya masih ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom”. Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 146 :
ß$ÎŽñÀr'y ô`tã zÓÉL»tƒ#uä tûïÏ%©!$# šcr㍬6s3tGtƒ Îû ÇÚöF{$# ÎŽötóÎ/ Èd,ysø9$# bÎ)ur (#÷rttƒ ¨@à2 7ptƒ#uä žw (#qãZÏB÷sム$pkÍ5 bÎ)ur (#÷rttƒ Ÿ@Î6y Ïô©9$# Ÿw çnräÏ­Gtƒ WxÎ6y bÎ)ur (#÷rttƒ Ÿ@Î6y ÄcÓxöø9$# çnräÏ­Gtƒ WxÎ6y 4 y7Ï9ºsŒ öNåk¨Xr'Î/ (#qç/¤x. $uZÏG»tƒ$t«Î/ (#qçR%x.ur $pk÷]tã tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÍÏÈ  
Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya”.
Ada beberapa jenis sifat sombong. Jenis pertama, yaitu orang yang menganggap dirinya di atas orang lain. Kedua, yaitu orang yang merasa jijik melihat orang lain dan mencemooh mereka, ketiga yaitu kesombongan yang berhubungan dengan keturunan. Keempat adalah kesombongan dengan memperlihatkan kecantikan atau ketampanan. Kelima adalah sombong atas kekayaan yang dimiliki. Keenam yaitu kesombongan karena kekuatan. Ketujuh yaitu kesombongan karena mempunyai sesuatu yang banyak, dan yang terakhir kesombongan karena mempunyai ilmu pengetahuan. Ini semua adalah ssebab-sebab yang dapat menanamkan benih-benih kesombongan.[10]
Untuk mengobati sifat sombong, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, kita harus tahu asal mula kehidupan kita yang rendah. Al Qur’an mengingatkan kita bahwa kita diciptakan dari setetes air mani ( QS. al Qiyamah [75]: 37 ). Salah satu pendahulu kita yang mulia, menguraikan rendahnya kita dengan mengatakan “Seseorang itu berasal dari lubang yang ada di antara dua kotoran.” Dengan kata lain, dari manakah sumber kesombongan manusia? Allah berfirman, “ Binasalah manusia! Alangkah amat sangat kekafirannya! Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya?” (QS.’Abasa [80]: 16-19). Peringatan ini menghilangkan segala macam usaha untuk melakukan kesombongan dan kocongkakan. Kedua, kecantikan akan menyusut karena bertambahnya usia dan kulit mulai berkerut. Dan apa yang masih tertinggal adalah yang seharusnya kita beri perhatian dari awal, yaitu akhlak, iman, dan perbuatan kita.[11]

f.       Bangga Diri (ujub)
Bangga diri ( ujub ) adalah sifat orang yang membanggakan dirinya sendiri karena memiliki kelebihan daripada orang lain. Misal kaya raya, pandai, dan lain sebagainya. Orang yang seperti itu tidak merasa takut kehilangan kesempurnaan (kelebihannya) itu. Ia sangat bangga terhadap kenikmatan itu seolah-olah semua itu keberhasilan yang diperoleh dari usahanya sendiri. Ia tidak mengakui bahwa semua kenikmatan dan kebahagiaan itu sebenarnya datang dari Allah SWT.
Ujub dan sombong merupakan dua penyakit yang membinasakan atau membahayakan karena termasuk perbuatan tidak terpuji di sisi Allah SWT. [12]

g.      Kikir
Kikir dalam bahasa Arab disebut sebagai bakhil dan menurut istilah berarti sifat seseorang yang amat tercela dan hina, tidak hendak mengeluarkan harta yang wajib di keluarkan baik dalam ketentuan agama seperti zakat, nafkah keluarga atau menurut ketentuan perikemanusiaan seperti sedekah, infak, dan hadiah (Aip Hanifatu Rahman, 2009).  Imam Ibnu Jauzi dalam kitabnya at-thibbu ar-ruhi mendefinisikan kikir sebagai sifat enggan menunaikan kewajiban, baik harta benda atau jasa (Joko Harismoyo, 2013).
Menurut Hamza Yusuf dalam bukunya yang berjudul Hatiku Surgaku, etiologi kekikiran berasal dari kecintaan terhadap barang yang tidak kekal di dunia ini. Orang yang kikir berpegangan erat dengan kekayaannya dan menimbunnya.
Imam Ali berkata, “Orang yang paling tercela adalah orang kikir. Di dunia ini dia dicabut dari kekayaanya sendiri, dan pada hari akhir dia dihukum”. Orang kikir akan mengatakan bahwa dia menimbun kekayaannya untuk mengurangi ketakutan akan kemiskinan. Pola piker sperti ini tidak pernah benar-benar merasa puas dengan keinginan; orang kikir selalu dibuat khawatir dengan uang dan dicurahkan untuk melayani kekhawatirnya.[13]

B.     Dampak dari penyakit Hati
Dampak dari penyakit hati sangatlah banyak, diantaranya dibenci oleh Allah dan hamba-Nya, merugikan diri sendiri, hidupnya tidak tenang karena merasa tidak pernah puas, terlihat hina di mata Allah dan manusia baik di dunia maupun di akhirat, terjerumus dalam hal kedholiman, direndahkan derajatnya oleh allah, membuat hilangnya kehidupan yang abadi, serta semakin tidak dapat mengendalikan hawa nafsu. Semua akibat tersebut menyebabkan hilangnya kesan kebaikan yang telah ditanamkan seseorang, karena telah dihapus dengan sifat-sifat tecela tersebut.Karena yang terjadi pasti sebaliknya, yakni permusuhan. Agar malapetaka dari hati seseorang yang sedang dilanda sifat-sifat buruk tersebut jangan menimpa umat manusia, maka Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Janganlah engkau saling dengki-mndengki, janganlah engkau putus memutus hubungan silaturrahmi, janganlah engkau mearah-memarahi, janganlah engkau belakang-membelakangi, jadilah engkau hamba-hamba Allah yang bersaudara”.[14]

C.    Terapi Menghindari Penyakit Hati
Alquran adalah metodologi terapi Islami yang berimplementasi kepada kesehatan mental. Alquran dalam proses terapi terhadap perilaku menyimpang individu dapat diaplikasikan melalui tiga pendekatan.
Pertama, metode preventive[15]( pencegahan dan pengawasan ). Pendekatan preventive berorientasi mewujudkan integritas diri, yaitu dengan mengawasi, mengurangi, dan menghindarkan diri dari perbuatan buruk yang mendatangkan dosa dan maksiat.[16]
Kedua, metode curative[17] (Pengobatan dan Perawatan). Pendekatan kuratif adalah penghindaran individu dari tergelincir dalam perlaku buruk yang berketerusan. Pendekatan kuratif ini adalah upaya penguatan disipin berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.
Ketiga, metode reconstructive dan rehabilitative[18] (bimbingan dan pembinaan). Pendekatan rekonstruktif dan rehabilitatif adalah upaya perawatan dan pengobatan intensif sebagai manifestasi dari taubat dengan memperbanyak amal soleh dan menjauhi kemungkinan-kemungkinan terjebak dalam dosa dan kemaksiatan.[19]
            Selain Al Qur’an, kaum sufi juga mempunyai terapi menghindari penyakit hati denagn menggunakan pendekatan sebagai berikut:
Pertama, takhalliyyah an-nafs[20] yaitu upaya pengosongan diri dari segala perilaku buruk yang telah menghunjam dalam pribadi pelaku. Kedua, tahalliyyah an-Nafs[21] yaitu perilaku seseorang yang selalu menghiasi diri dengan keimana, ketakwaan, amal saleh, dan kemuliaan akhlak. Ketiga, tajalliyyah an-nafs[22], yaitu anugerah psikologis yang hadir dalam diri setiap seseorang yang terwujud dalam taubat, sabar, dan tawakkal.
Keimanan, ketakwaan, amal saleh atau zikir kepada Allah yang kontinu akan melahirkan apa yang disebut oleh Carl Jng sebagai arketif ( ketidaksadaran yang paling dalam), yaitu Allah. Dalam kesadaran inilah seorang individu mampu melakukan transformasi psikologis ke arah perkembangkan spiritual yang matang.[23] Akhirnya bagi orang yang mau membersihkan jiwanya adalah yang sukses, sukses dalam pendekatan kepada Allah serta yang berhasil menerima pahala dari-Nya.









PENUTUP
A.    Simpulan
Penyakit hati adalah penyakit yang ditimbulkan karena kerusakan terutama pada presepsi dan keinginan dalam jiwa manusia. Sumber dari segala penyakit hati menurut Imam Mawlud adalah cinta terhadap dunia. Macam-macam penyakit hati diantaranya riya, iri hati, sombong, dan kikir. Penyakit hati dapat menimbukan dampak yang sangat merugikan bagi pelakunya. Dan penyakit dapat dihindarkan melalui terapi islami berdasarkan Al Qur’an diantaranya melaui metode preventive, curative , dan reconstructive serta rehabilitative. Selain itu juga ajaran kaum sufi menggunakan beberapa pendekatan diantarannya takhalliyyah an-nafs, tahalliyyah an-nafs, dan tajalliyyah an-nafs.
B.     Saran
Mengingat bahwa hati manusia tertutup dari perasaan indriawi, sedangkan penyakit-penyakit hati tidak disertai rasa sakit yang dapat dijangkau dengan alat-alat lahiriah (syaraf perasa), wajiblah atas manusia berakal, yang prihatin akan agamanya serta keselamatan akhiratnya, untuk sungguh-sungguh berusaha menyelidikinya sehingga ia dapat segera menangani dan mengobatinya sebelum maut datang mendadak dan ia pun menuju Tuhannya. Demikian makalah ini kami buat. Semoga apa yang kami diskusikan dapat menambah rasa syukur kita kepada Allah dan menambah pengetahuan kami. Adapun dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang masih perlu kami sempurnakan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan kami ucapan terima kasih.












DAFTAR PUSTAKA


Ahnan, Labib MZ Maftuh: CV Bintang Pelajar
Al-Jauziyah, Al-Imam Ibnu Qoyim. Manajemen Qolbu
Mazayasya, Abu Azka Fathin. 2009. Jogjakarta : Darul Hikmah.
Rajab, Khairunnisa. 2010.  Obat Hati. Jogjakarta : Pustaka Pesantren.
Yusuf, Hamzah. 2009. Hatiku Surgaku. Ciputat : Lentera Hati.
Syekh ibn Taymiyyah Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi,
Ensiklopedi Al Qur’an, An-Nafs, dalam jurnal Ilmu dan Kebudayaan , Ulumul Qur’an
El Blitary, Immun. 1997. Pandangan Al-Ghazali Tentang Dengki. Surabaya : Al-Ikhlas












[1]  Al-Imam Ibnu Qoyim, Manajemen Qolbu, Al-Jauziyah, hlm. 51.

[2]  Syekh Ibnu Taymiyyah, Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi, hlm. 17
[3] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya, 2011,  hal. 35.
[4] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009, hal.83.
[5] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya, 2011,  hal. 30.
[6] Ibid,  Hal. 31.
[7] Ibid, Hal. 50.
[8] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009, hal.48.
[9] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya, 2011,  hal. 47
[10]  Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009, hal.210.
[11] Ibid,  Hal. 211.
[12]  Soepardjo dkk, Mutiara Akhlak dalam Pendidikan Agama Islam, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2004, Hal. 70.
[13] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009, hal.23.
[14] H.R. Bukhori dan Muslim
[15] Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf dalam kesehatan mental, Jakarta:Ruhama, 1992, hal. 83.
[16] Khairunnas Rajab, Obat Hati, Jakarta : Pustaka Pesantren, 2010, hal.3.
[17] Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf dalam kesehatan mental, Jakarta:Ruhama, 1992, hal. 83.
[18] Ibid, Hal. 83
[19] Khairunnas Rajab, Obat Hati, Jakarta : Pustaka Pesantren, 2010, hal.4
[20] Proyek Pembinaan PTA, Pengantar Ilmu Tasawuf, Sumut : IAIN Sumut, 1981, hal.99.
[21] Ibid, Hal. 123
[22] Ibid, Hal. 123
[23] Ensiklopedi Al Qur’an, An-Nafs, dalam jurnal Ilmu dan Kebudayaan , Ulumul Qur’an , No. 8, Vol. II, 1991, hal 103.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar