MAKALAH
BAHAYA
PENYAKIT HATI : RIYA , DENGKI, BERBICARA BERLEBIHAN, CINTA DUNIA, SOMBONG,
BANGGA DIRI DAN TERAPI MENGHINDARINYA
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu
Tauhid
Dosen Pengampu
: Drs. H. Soeparyo, M. Ag
Disusun Oleh :
Ati
Nur Afifah 1503056069
Firdausia
Kholidah 1503056084
M.
Fizalul Muttaqin 1503056091
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015/2016
MAKALAH
BAHAYA
PENYAKIT HATI : RIYA , DENGKI, BERBICARA BERLEBIHAN, CINTA DUNIA, SOMBONG,
BANGGA DIRI DAN TERAPI MENGHINDARINYA
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu
Tauhid
Dosen Pengampu
: Drs. H. Soeparyo, M. Ag
Disusun Oleh :
Ati
Nur Afifah 1503056069
Firdausia
Kholidah 1503056084
M.
Fizalul Muttaqin 1503056091
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
i
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Bahaya
Penyakit Hati : Riya , Dengki, Berbicara Berlebihan, Cinta Dunia, Sombong,
Bangga Diri dan Terapi Menghindarinya” dengan
hadirnya makalah ini semoga dapat memberikan informasi bagi para pembaca umumnya
dan bagi penulis khususnya.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi agung Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan pengikutnya, semoga
kelak mendapatkan syafa’atnya.
Penyusun
menyadari tanpa bantuan dari semua pihak, penulisan makalah ini mungkin tidak
dapat terlaksana. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Muhibbin, M. Ag selaku rektor UIN Wallisongo Semarang yang
telah memberi izin kepada penyusun untuk mengumpulkan data sebagai penyusun
makalah ini.
2. Bapak Drs. Soeparyo, M. Ag selaku dosen pengampu yang telah memberikan
pengarahan dan koreksi sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai waktu
yang telah ditentukan.
3. Teman-teman semuanya yang telah memberikan motivasinya serta semua pihak
yang telah membantu terselesainya penyusun makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan
dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang
penyusun miliki. Oleh karena itu, penyusun mohon
kritik dan sarannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Semarang,
04 Oktober 2015
Penyusun
ii
|
Daftar Isi
Halaman Judul........................................................................................... i
Kata
Pengantar.......................................................................................... ii
Daftar
Isi................................................................................................... iii
Bab I :
PENDAHULUAN
........................................................................ 1
A.
Latar
Belakang.............................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah......................................................................... 2
C.
Tujuan
Penulisan........................................................................... 2
Bab II :
PEMBAHASAN
........................................................................ 3
A.
Pengertian Penyakit hati dan Macam-Macamnya......................... 3
a. Riya.......................................................................................... 4
b. Dengki,..................................................................................... 5
c. Berbicara berlebihan.................................................................. 5
d. Cinta dunia,
.............................................................................. 6
e. Sombong, ................................................................................. 7
f. Bangga diri............................................................................... 9
g. Kikir......................................................................................... 9
B.
Dampak dari penyakit Hati.......................................................... 10
C. Terapi Menghindari Penyakit Hati................................................ 10
Bab V :
PENUTUP.................................................................................... 12
A.
Simpulan........................................................................................ 12
B.
Saran.............................................................................................. 12
Daftar
Pustaka............................................................................................ 13
LAMPIRAN
iii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tidak sedikit manusia sering tertipu
oleh hawa nafsunya. Misalnya manusia mengira dirinya benar, padahal salah;
menganggap dirinya pintar, padahal sebenarnya bodoh; dan mengira amal ibadahnya
bakal diterima oleh Allah, padahal mereka tahu tidak ada satupun makhluk yang
bisa menjamin amal kebaikan yang dikerjakannya itu bakal diterima oleh Allah ‘Azza
wa Jalla. Apalagi terhadap amal kebaikan yang dengan niatan untuk pamaer
dan meraih popularitas.
Tanpa kita sadari kita juga memiliki
penyakit hati, karena memang kita manusia yang pasti berbuat dosa, dan setiap tindakan manusia tidak
lepas dari hati. Meskipun manusia sudah mengetahui adanya penyakit hati, namun
mereka tetap melanggarnya. Padahal sebagai
manusia seharusnya bisa introspeksi diri, apakah penyakit-penyakit hati yang
tumbuh dalam jiwa mereka akan terus bercokol dalam mental dan batin manusia
tersebut? Tentunya tidak. Pastinya manusia perlu berusaha, berdoa dan
banyak-banyak bersyukur, serta jangan pernah yang namanya berlebih-lebihan
dalam suatu hal, karena sesungguhnya Allah sangat tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.
Hati (bahasa Arab Qalbu) adalah
bagian yang sangat penting daripada manusia. Jika hati kita baik, maka baik
pula seluruh amal kita. Rasulullah saw. bersabda, “…Bahwa dalam diri setiap
manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh
amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya.
Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari). Sebaliknya, orang yang
dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam
keadaan kafir.
Dalam surat At-Taubah Allah
berfirman:
$¨Br&ur šúïÏ%©!$# ’Îû OÎgÎqè=è% Ðßt¨B öNåkøEyŠ#t“sù $²¡ô_Í‘ 4’n<Î) óOÎgÅ¡ô_Í‘ (#qè?$tBur öNèdur šcrãÏÿ»Ÿ2 ÇÊËÎÈ
Artinya
: “Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu
bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan mereka
mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125].
Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Hadad R.a mengatakan bahwa penyakit-penyakit
hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada
penyakit-penyakit tubuh ditinjau dan berbagai segi dan arah. Yang paling
merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan
mudharat (keburukan/kerugian) atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal
kebahagiaannya di dunia dan di akhirat, dan bermudarat bagi akhiratnya, yaitu
tempat kediaman yang baqa, kekal dan abadi. Oleh karena itu penyakit hati jauh
lebih berbahaya daripada penyakit fisik, karena bisa mengakibatkan kesengsaraan
di neraka yang abadi.[1]
B. Rumusan
Masalah
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa rumusan masalah
yang penulis kaji diantaranya sebagai berikut :
a. Apa
pengertian penyakit hati riya , dengki, berbicara
berlebihan, cinta dunia, sombong, dan bangga diri?
b.
Bagaimana dampak atau bahaya dari
penyakit hati?
c. Bagaimana
terapi menghindari penyakit hati?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini
diantaranya adalah :
a.
Untuk mengetahui pengertian penyakit
hati riya , dengki, berbicara berlebihan, cinta
dunia, sombong, dan bangga diri
b.
Untuk mengetahui dampak atau bahaya
dari penyakt hati
c.
Untuk mengetahui cara terapi
menghindari penyakit hati
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit Hati dan
Macam-Macamnya
Penyakit
hati adalah penyakit yang ditimbulkan karena kerusakan terutama pada presepsi
dan keinginan dalam jiwa manusia. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal
berbau syubhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran, atau melihat sesuatu tidak sebagaimana adanya. Di
sisi lain, keinginannya membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai
kebatilan yang berbahaya.
Al-Imam Ibnu Qoyim Al-Jauziyah
menambahkan, ketika kebenaran muncul hati terbagi menjadi empat macam yaitu :
1. Ada
hati yang bertambah kafir dan ingkar.
2. Ada
hati yang bertambah keimanan dan keyakinannya.
3. Ada
hati yang yakin dengan kebenarannya, tetapi ingkar mengingkarinya.
4. Ada
hati yang bingung dan buta, sehingga ia tidak mengerti maksud kebenaran yang
datang.
Adapun penyakit hati, pada umumnya, berupa keingkaran dan keraguan,
sehingga sulit membedakan antara kebenaran dan keburukan. Seorang yang memiliki
penyakit hati adakalanya ia meragukan atau mengingkari suatu kebenaran, seperti
yang disebutkan dalam firman Allah, surat Al-Baqoroh ayat 10
Îû
NÎgÎ/qè=è%
ÖÚz£D
ãNèdy#tsù
ª!$#
$ZÊttB
( óOßgs9ur
ë>#xtã
7OÏ9r&
$yJÎ/
(#qçR%x.
tbqç/Éõ3t
ÇÊÉÈ
Artinya : Dalam hati
mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa
yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
Kata maradh pada ayat
tersebut mempunyai makna keragu-raguan.[2]
a. Riya
Riya’ adalah memamerkan atau menampakkan sesuatu yang ada
pada dirinya, dengan tujuan supaya mendapat pujian atau sanjungan dari orang
lain. Riya’ itu termasuk syirik yakni
perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu lainnya. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya yang paling aku takuti
atas kamu sekalian adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, “apakah syirik kecil
itu, ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “Syirik yang paling itu adalah riya’
”.[3]
Riya’
merupakan perilaku terkeji ketika seseorang melakkan ritual ibadah hanya untuk
memperoleh tempat di hati orang lain.[4] Sejatinya
riya dilakukan dengan niat bukan karena Allah, tapi hanya karena manusia
semata, dalam arti tidak ikhlas. Riya sendiri dilakukan secara mengada-ada
karena pelaku riya sendiri melakukan amal tersebut tidak sesuai dengan
kemampuan. Bahkan pelaku riya pun melakukan amal dengan pilih kasih. Tujuan
dari pelaku riya pun tidak lain adalah ingin dipuji manusia dan mengharapkan
imbalan semata.
Sifat riya itu adalah salah satu
penyakit ruhaniyah yang diklasifikasikan oleh Rasulullah dengan syirik kecil,
termasuk perbuatan menyekutukan Allah meskipun bukan dalam bentuk
terang-terangan. Dalam hal ini Rasulullah menerangkan dalam
sebuah hadits yang artinya: “Sesungguhnya yang paling aku takuti atasmu ialah
syirik kecil, yaitu riya ( beribadah bukan karena Allah semata tapi untuk
dilihat orang )”.
Jelas sangat berbeda antara
ikhlas dan riya. Perbedaan antara ikhlas dengan riya dijelaskan oleh Al-Harits
Al-Muhasiby dalam bukunya “Ar-Ri’aayah” sebagai berikut: “Ikhlas itu ialah anda
menuju Tuhan dengan mentaati-Nya, tidak anda kehendaki selain-Nya, adapun riya
itu terbagi dua macam : pertama, mentaati Allah karena manusia. Kedua tujuannya
manusia dan Tuhannya manusia, kedua-duanya merusak amal.”
Riya berdasarkan bentuknya ada dua macam
diantaranya, yang pertama riya dalam niat. Maksudnya riya dalam niat adalah riya
yang berkaitan dengan hati, yaitu sejak awal perbuatan bahkan yang
dilakukannya tidak didasari ikhlas sebelumnya sudah didasari riya. Yang kedua riya’ dalam perbuatan. Yaitu memamerkan atau
menunjukkan perbuatan di depan orang banyak, agar perbuatan tersebut dipuji,
diperhatikan, dan disanjung orang lain.
b. Dengki (Hasad)
Iri hati
merupakan suatu penyakit hati yang parah karena sebagian para ulama menilai
sebagai akar dari semua penyakit hati. Sementara sebagian ulama yang lain
berpendapat bahwa induk penyakit hati adalah ketamakan.
Menurut Zumroh dalam bukunya yang berjudul Tombo
Ati mengatakan bahwa, dengki adalah keinginan hilangnya nikmat dari
orang lain, yang disebabkan adanya rasa sakit hati, rasa dendam, rasa benci dan adanya sifat ujub (merasa
dirinya paling hebat) serta sifat sombong. Sehingga ia akan sekuat tenaga untuk
menjatuhkan dan menghilangkan kenikmatan dari diri seseorang tersebut.
Rasulullah saw bersabda bahwa iri hati memakan semua amal
kebaikan kita, sebagaimana api membakar kayu kering. Rasulullah saw juga
bersabda, “Tiap pemilik karunia menyebabkan orang iri hati kepadanya”.
Imam Mawlud menjelaskan bahwa iri hati terlihat ketika
seseorang menginginkan orang lain kehilangan karunia yang dimilikinya. Allah
Maha bijaksana terhadap segala pemberian-Nya kepada hamba-Nya. Apabila
seseorang meragukan karunia yang telah diberikan kepadanya, maka dia sebenarnya
dia meragukan Sang Pemberi. Hal ini membuat iri pantas dicela dan dilarang.
c.
Berbicara Berlebihan
Lisan walaupun bentuknya kecil dan tidak bertulang, namun ia
mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Seseorang yang
tidak mampu menjaga lisannya,maka ia akan terjerumus terhadap hal-hal yang
tidak baik, yakni memikirkan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya, maka
ia akan selamat hidupnya.[5]
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwasannya Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam” .[6]
d. Cinta
Dunia
Cinta dunia merupakan penyakit hati
yang harus diobati, sebab penyakit cinta dunia itu dapat menimbulkan penyakit
lainnya seperti serakah, suka memfitnah orang lain, iri dengki dan lain-lain.
Kita hidup di dunia ini hanya untuk sementara waktu dan apa yang telah kita
lakukan akan dipertanggung jawaban kelak di akhirat dan apa yang telah kita
miliki ini hanya titipan dari Allah SWT.
Allah
telah berfirman dalam al qur’an surat Al Isra’ ayat 36 yang berbunyi
wur
ß#ø)s?
$tB
}§øs9
y7s9
¾ÏmÎ/
íOù=Ïæ
4
¨bÎ)
yìôJ¡¡9$#
u|Çt7ø9$#ur
y#xsàÿø9$#ur
@ä.
y7Í´¯»s9'ré&
tb%x.
çm÷Ytã
Zwqä«ó¡tB
ÇÌÏÈ
Artinya : “Dan
janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui karena pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertangggung jawabnya”. [7]
Sebuah ungkapan bijak yang
dihubungkan dengan pernyataan Nabi Isa as., “Dunia ini bagaikan sebuah
jembatan, maka lewatilah dunia ini untuk menuju dunia selanjutnya, tetapi
jangan mencoba membangun di dalamnya.” Cinta pada dunia dianggap patut dicela,
meskipun menginginkan materi duniawi supaya tidak menyusahkan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, bukan termasuk yang patut dicela. Bukan
termasuk yang patut dicela pula menginginkan dunia sebagai bekal untuk tujuan
mencapai yang terbaik di hari akhir.
Cinta pada dunia terbagi dalam
lima kategori kaidah-kaidah hukum klasik. Bergantung pada tujuan-tujuan tiap
orang, cinta pada dunia ini bisa jadi : wajib, dianjurkan (mandub), boleh
(mubah), pantas dicela (makruh), atau terlarang (haram). Kita harus mencintai
sesuatu bersifat material di dunia ini yang membantu kita meraih kebahagiaan di
Hari Akhir, seperti mencintai Al-Qur’an, Ka’bah, Rasulullah saw., orangtua,
para ulama, kitab atau buku ilmu pengetahuan, anak-anak, serta saudara-saudara
yang menolong kita dalam urusan keagamaan, seperti halnya cinta terhadap
kekayaan supaya dapat memberi kaum fakir miskin.
Jadi,
Imam Mawlud menganggap bahwa cinta pada dunia dipuji atau dicela, tergantung
pada kebaikan atau kerugian yang ditimbulkannya terhadap seseorang. Apabila
cinta pada dunia menggiring pada sebuah penyakit hati, seperti kerakusan dan
keangkuhan, maka hal tersebut patut dicela. Jika cinta pada dunia menggiring
pada peningkatan spiritual dan penyembuhan hati, maka hal tersebut dipuji. Apa
yang diperingatkan para ulama tradisional adalah bahaya melanggar hukum.
Semakin banyak kekayaan yang seseorang peroleh, semakin tinggi pula kemungkinan
seseorang akan menyimpang kepada selain Allah. Berlomba-lomba untuk memperoleh kekayaan dapat menjadi sebuah candu dan
menggiring pada perilaku yang dianggap sebagai penyakit hati.[8]
e. Sombong
Manusia
diciptakan oleh Allah dari setetes mani kemudian menjadi segumpal darah yang
kemudian menjadi segumpal daging yang telah disempurnakan oleh Allah. Jadi
tidak pantaslah manusia itu menyombongkan dirinya dan sesuatu yang telah mereka
miliki, seperti harta, anak, istri, suami dan lain sebagainya. Sebab pada
hakikatnya semua itu adalah milik Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil.[9]
Rasulullah saw memberi peringatan buruknya bersifat sombong
: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya masih ada sifat sombong
walaupun hanya sebesar atom”. Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 146 :
ß$ÎñÀr'y ô`tã zÓÉL»t#uä tûïÏ%©!$# crã¬6s3tGt Îû ÇÚöF{$# ÎötóÎ/ Èd,ysø9$# bÎ)ur (#÷rtt ¨@à2 7pt#uä w
(#qãZÏB÷sã $pkÍ5 bÎ)ur (#÷rtt @Î6y Ïô©9$# w
çnräÏGt WxÎ6y bÎ)ur (#÷rtt @Î6y ÄcÓxöø9$# çnräÏGt WxÎ6y 4 y7Ï9ºs öNåk¨Xr'Î/ (#qç/¤x. $uZÏG»t$t«Î/ (#qçR%x.ur $pk÷]tã tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÍÏÈ
Artinya: “Aku akan memalingkan
orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar
dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka
tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada
petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan
kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka
mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya”.
Ada beberapa
jenis sifat sombong.
Jenis pertama, yaitu orang yang menganggap dirinya di atas orang lain. Kedua,
yaitu orang yang merasa jijik melihat orang lain dan mencemooh mereka, ketiga
yaitu kesombongan yang berhubungan dengan keturunan. Keempat adalah kesombongan
dengan memperlihatkan kecantikan atau ketampanan. Kelima adalah sombong atas
kekayaan yang dimiliki. Keenam yaitu kesombongan karena kekuatan. Ketujuh yaitu
kesombongan karena mempunyai sesuatu yang banyak, dan yang terakhir kesombongan
karena mempunyai ilmu pengetahuan. Ini semua adalah ssebab-sebab yang dapat menanamkan benih-benih
kesombongan.[10]
Untuk mengobati sifat sombong,
ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, kita harus tahu asal mula
kehidupan kita yang rendah. Al Qur’an mengingatkan kita bahwa kita diciptakan dari
setetes air mani ( QS. al Qiyamah [75]: 37 ). Salah satu pendahulu kita yang
mulia, menguraikan rendahnya kita dengan mengatakan “Seseorang itu berasal dari
lubang yang ada di antara dua kotoran.” Dengan kata lain, dari manakah sumber
kesombongan manusia? Allah berfirman, “ Binasalah manusia! Alangkah amat sangat
kekafirannya! Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah
menciptakannya lalu menentukannya?” (QS.’Abasa [80]: 16-19). Peringatan ini
menghilangkan segala macam usaha untuk melakukan kesombongan dan kocongkakan. Kedua,
kecantikan akan menyusut karena bertambahnya usia dan kulit mulai berkerut. Dan
apa yang masih tertinggal adalah yang seharusnya kita beri perhatian dari awal,
yaitu akhlak, iman, dan perbuatan kita.[11]
f.
Bangga Diri (ujub)
Bangga diri ( ujub )
adalah sifat orang yang membanggakan dirinya sendiri karena memiliki kelebihan
daripada orang lain. Misal kaya raya, pandai, dan lain sebagainya. Orang yang
seperti itu tidak merasa takut kehilangan kesempurnaan (kelebihannya) itu. Ia
sangat bangga terhadap kenikmatan itu seolah-olah semua itu keberhasilan yang
diperoleh dari usahanya sendiri. Ia tidak mengakui bahwa semua kenikmatan dan
kebahagiaan itu sebenarnya datang dari Allah SWT.
Ujub dan sombong merupakan
dua penyakit yang membinasakan atau membahayakan karena termasuk perbuatan
tidak terpuji di sisi Allah SWT. [12]
g.
Kikir
Kikir dalam
bahasa Arab disebut sebagai bakhil dan menurut istilah berarti sifat seseorang
yang amat tercela dan hina, tidak hendak mengeluarkan harta yang wajib di
keluarkan baik dalam ketentuan agama seperti zakat, nafkah keluarga atau
menurut ketentuan perikemanusiaan seperti sedekah, infak, dan hadiah (Aip
Hanifatu Rahman, 2009). Imam Ibnu Jauzi dalam kitabnya at-thibbu
ar-ruhi mendefinisikan kikir sebagai sifat enggan menunaikan kewajiban,
baik harta benda atau jasa (Joko Harismoyo, 2013).
Menurut Hamza
Yusuf dalam bukunya yang berjudul Hatiku Surgaku, etiologi kekikiran
berasal dari kecintaan terhadap barang yang tidak kekal di dunia ini. Orang yang
kikir berpegangan erat dengan kekayaannya dan menimbunnya.
Imam Ali berkata, “Orang yang
paling tercela adalah orang kikir. Di dunia ini dia dicabut dari kekayaanya
sendiri, dan pada hari akhir dia dihukum”. Orang kikir akan mengatakan bahwa
dia menimbun kekayaannya untuk mengurangi ketakutan akan kemiskinan. Pola piker
sperti ini tidak pernah benar-benar merasa puas dengan keinginan; orang kikir
selalu dibuat khawatir dengan uang dan dicurahkan untuk melayani kekhawatirnya.[13]
B.
Dampak
dari penyakit Hati
Dampak dari penyakit hati
sangatlah banyak, diantaranya dibenci oleh Allah dan hamba-Nya, merugikan diri
sendiri, hidupnya tidak tenang karena merasa tidak pernah puas, terlihat hina
di mata Allah dan manusia baik di dunia maupun di akhirat, terjerumus dalam hal
kedholiman, direndahkan derajatnya oleh allah, membuat hilangnya kehidupan yang
abadi, serta semakin tidak dapat mengendalikan hawa nafsu. Semua akibat
tersebut menyebabkan hilangnya kesan kebaikan yang telah ditanamkan seseorang,
karena telah dihapus dengan sifat-sifat tecela tersebut.Karena yang terjadi
pasti sebaliknya, yakni permusuhan. Agar malapetaka dari hati seseorang yang
sedang dilanda sifat-sifat buruk tersebut jangan menimpa umat manusia, maka
Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Janganlah engkau saling dengki-mndengki,
janganlah engkau putus memutus hubungan silaturrahmi, janganlah engkau
mearah-memarahi, janganlah engkau belakang-membelakangi, jadilah engkau
hamba-hamba Allah yang bersaudara”.[14]
C. Terapi Menghindari Penyakit Hati
Alquran adalah metodologi terapi Islami yang
berimplementasi kepada kesehatan mental. Alquran dalam proses terapi terhadap
perilaku menyimpang individu dapat diaplikasikan melalui tiga pendekatan.
Pertama, metode preventive[15](
pencegahan dan pengawasan ). Pendekatan preventive berorientasi
mewujudkan integritas diri, yaitu dengan mengawasi, mengurangi, dan
menghindarkan diri dari perbuatan buruk yang mendatangkan dosa dan maksiat.[16]
Kedua, metode curative[17]
(Pengobatan dan Perawatan). Pendekatan kuratif adalah penghindaran individu
dari tergelincir dalam perlaku buruk yang berketerusan. Pendekatan kuratif ini
adalah upaya penguatan disipin berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.
Ketiga, metode reconstructive dan rehabilitative[18] (bimbingan
dan pembinaan). Pendekatan rekonstruktif dan rehabilitatif adalah upaya
perawatan dan pengobatan intensif sebagai manifestasi dari taubat dengan
memperbanyak amal soleh dan menjauhi kemungkinan-kemungkinan terjebak dalam
dosa dan kemaksiatan.[19]
Selain Al Qur’an, kaum sufi juga
mempunyai terapi menghindari penyakit hati denagn menggunakan pendekatan
sebagai berikut:
Pertama, takhalliyyah an-nafs[20]
yaitu upaya pengosongan diri dari segala perilaku buruk yang telah
menghunjam dalam pribadi pelaku. Kedua, tahalliyyah an-Nafs[21]
yaitu perilaku seseorang yang selalu menghiasi diri dengan keimana, ketakwaan,
amal saleh, dan kemuliaan akhlak. Ketiga, tajalliyyah an-nafs[22],
yaitu anugerah psikologis yang hadir dalam diri setiap seseorang yang terwujud
dalam taubat, sabar, dan tawakkal.
Keimanan, ketakwaan, amal saleh atau zikir kepada
Allah yang kontinu akan melahirkan apa yang disebut oleh Carl Jng sebagai
arketif ( ketidaksadaran yang paling dalam), yaitu Allah. Dalam kesadaran
inilah seorang individu mampu melakukan transformasi psikologis ke arah
perkembangkan spiritual yang matang.[23]
Akhirnya bagi orang yang mau membersihkan jiwanya adalah yang sukses,
sukses dalam pendekatan kepada Allah serta yang berhasil menerima pahala
dari-Nya.
PENUTUP
A. Simpulan
Penyakit hati adalah penyakit yang ditimbulkan
karena kerusakan terutama pada presepsi dan keinginan dalam jiwa manusia.
Sumber dari segala penyakit hati menurut Imam Mawlud adalah cinta terhadap
dunia. Macam-macam penyakit hati diantaranya riya, iri hati, sombong, dan
kikir. Penyakit hati dapat menimbukan dampak yang sangat merugikan bagi
pelakunya. Dan penyakit dapat dihindarkan melalui terapi islami berdasarkan Al
Qur’an diantaranya melaui metode preventive, curative , dan reconstructive
serta rehabilitative. Selain itu juga ajaran kaum sufi menggunakan beberapa
pendekatan diantarannya takhalliyyah an-nafs, tahalliyyah an-nafs, dan
tajalliyyah an-nafs.
B. Saran
Mengingat bahwa hati manusia tertutup dari perasaan
indriawi, sedangkan penyakit-penyakit hati tidak disertai rasa sakit yang dapat
dijangkau dengan alat-alat lahiriah (syaraf perasa), wajiblah atas manusia
berakal, yang prihatin akan agamanya serta keselamatan akhiratnya, untuk
sungguh-sungguh berusaha menyelidikinya sehingga ia dapat segera menangani dan
mengobatinya sebelum maut datang mendadak dan ia pun menuju Tuhannya. Demikian
makalah ini kami buat. Semoga apa yang kami
diskusikan dapat menambah rasa syukur kita kepada Allah dan menambah
pengetahuan kami.
Adapun dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang masih perlu
kami sempurnakan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan kami ucapan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahnan,
Labib MZ Maftuh: CV Bintang Pelajar
Al-Jauziyah,
Al-Imam Ibnu Qoyim. Manajemen Qolbu
Mazayasya,
Abu Azka Fathin. 2009. Jogjakarta : Darul Hikmah.
Rajab,
Khairunnisa. 2010. Obat Hati.
Jogjakarta : Pustaka Pesantren.
Yusuf,
Hamzah. 2009. Hatiku Surgaku. Ciputat : Lentera Hati.
Syekh ibn Taymiyyah Jangan
Biarkan Penyakit Hati Bersemi,
Ensiklopedi Al Qur’an, An-Nafs, dalam jurnal
Ilmu dan Kebudayaan , Ulumul Qur’an
El Blitary, Immun. 1997. Pandangan Al-Ghazali
Tentang Dengki. Surabaya : Al-Ikhlas
[8]
Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009, hal.48.
[9] Zumroh,
Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya, 2011,
hal. 47
[12] Soepardjo dkk, Mutiara Akhlak dalam
Pendidikan Agama Islam, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2004, Hal.
70.
[14] H.R. Bukhori dan
Muslim
[23] Ensiklopedi
Al Qur’an, An-Nafs, dalam jurnal Ilmu dan Kebudayaan , Ulumul Qur’an ,
No. 8, Vol. II, 1991, hal 103.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar