MAKALAH
HUBUNGAN ANTARA IMAN, ISLAM DAN IHSAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu
Tauhid
Dosen Pengampu :
Drs. Soeparyo, M.Ag

Disusun Oleh :
1.
Mu’ammar Rahma Qadafi (1503056074)
2.
Mailia Fadhilah (1503056092)
3.
Siti Khofshoh (1503056101)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama yang diturunkan
tuhan dengan perantaraan rasul-rasulnya, ialah memberi pimpinan bagi
manusia di dalam usahanya memberi nilai hidupnya sendiri. Karena dasar yang
asli daripada jiwa manusia itu, karena dia berakal dan berfikir, ialah mencari
rahasia yang tersembunyi di belakang kenyataan itu.
Banyak sudah bukti bahwa
tuhan menciptakan manusia itu secara sempurna. Salah satunya terdapat dalam
surah at-tin.
Tetapi walaupun sudah
banyak tuhan memberikan bukti yang amat sangat nyata, masih saja kita dapati
manusia yang seakan-akan mereka tidak mempunyai akal dan fikiran.
Oleh karena itu ALLAH
mengutus seorang pemimpin yang paling sempurna dari pemimpin-peminpin yang
lain, paling luar biasa kegigihannya yang bahkan sampai-sampai imam bushiri
pengarang syair yanng berjudul qasidah burdah menulis tentang kehidupan beliau
yang amat sangat menyayat hati apabila kita menyelami kalimat demi kalimatnya
dengan seksama.
ALLAH ta’ala mengutus
nabi yang luar biasa tersebut dikarenakan umat manusia sudah terlalu banyak
yang lalai terhadap tuhannya, terlalu banyak penyimpangan yang mereka perbuat,
dan yang lebih memprihatinkan, mereka sudah tidak mempunyai akhlak yang baik.
Disinilah bukti nyata
kasih sayang tuhan terhadap hambaNYA. Disampaikan perjalanan itu kepada
ujungnya, tidak lagi terhenti di tengah jalan karena tidak ada kesanggupan
lagi. DiberiNYA manusia itu pimpinanan. Pimpinan yang membawa mereka kembali
menjadi manusia yang diciptakan sesuai dengan kodratnya.
Di utusnya nabi akhir
zaman tidak lain adalah untuk membentuk dan mengembalikan manusia menjadi
manusia yang berakhlak kembali. Memiliki imanyang akan membawa
mereka kepada keselamatan, islam sebagai jalan dan ihsan hasil
dari keduanya tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Iman, Islam dan Ihsan
1. Iman
Kita tidak
mungkin menjadi mukmin yang hakikitanpa mengenal profil nabi kita Muhammad
S.A.W.. sebab, hanya dengan itu kita tahu bagaimana seharusnya mengamalkan
agama islam ini.[1]
Membahas
tentang prihal iman maka pembahasan tersebut menjurus kepada ilmu tauhid. Ilmu
tauhid tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan keimanan. Dengan demikian, membahas
ilmu tauhid berarti juga menerangkan segala sesuatu tentang keimanan serta
rukun-rukunnya sebab yang diisyaratkan dengan tauhid ialah al-iman.[2]
Iman berasal dari kata: " ايمان " merupakan
bentuk masdar yang fi’il madhinya adalah " امن "
Yang menurut lughah
(bahasa) artinya adalah :
صد قه ووثق
به
Secara etimologi
berarti:
اٰمَنَ - يُؤْمِنُ - اِيْمَانًا -aamana-yu minu-iimaanan = Mengamankan.
Menurut para ahli kalam yang termaktub
(tercantum) dalam kitab al-a’lamah as-syayid husein affandi al-jisri
at-tharabilisi yang berjudul al husunul hamidiyyah, pengertian iman adalah
sebagai berikut :
“membenarkan apa-apa yang dibawa Rasulullah SAW. Yang diketahui kedatangannya secara pasti,
maksudnya tekad membenarkan apa-apa yang dibawa nabi itu dari sisi Allah SWT,
yang diketahui secara yakin kedatangannya disertai ketundukan hati.[5]
Menurut
imam bukhari sendiri, iman adalah:الايمان
قول وعمل يزيد وينقص
ucapan dan amalan
(pekerjaan), bertambah dan berkurang.[6]
Menanggapi
pernyataan beliau tersebut tentang bertambah serta berkurangnya
iman di jawab berbeda
oleh ulama yang masuk dalam pembahasan ilmu kalam.
Apakah benar iman itu
bisa bertambah serta bisa pula berkurang?
Senada dengan pernyataan tersebut imam
al-asy’ari menyatakan bahwa iman itu bisa naik serta bisa pula turun.
Dapat bertambah akan tetapi dapat pula berkurang.
Pernyataan beliau tersebut menyatakan bahwa
bukan pengertian iman secara esensi yang dapat bertambah serta berkurang akan
tetapi yang disebutkan beliau itu adalah pengertian iman secara sifat.
Kemudian
menurut al-bazdawi iman tidak bisa naik maupun turun atau tidak dapat bertambah
maupun berkurang. Hanya saja beliau mencontohkan bahwa iman tersebut adalah
suatu benda yang terkena cahaya yang mana cahaya tersebut akan membuat
bayangan, bayangan benda tersebut dapat berupa bayangan yang sedikit bisa pula
berupa bayangan yang banyak sesuai dengan cahaya yang di berikan kepada benda
tersebut. Nah jika benda tersebut dimisalkan dengan iman, apakah benda tadi
dengan sendirinya bisa bertambah serta bisa berkurang? Tentu tidak bukan,
karena yang dapat bertambah serta berkurang adalah bayangan dari benda tersebut
dan bayangan itulah yang dimaksudkan sebagai iman yang bisa bertambah dan
berkurang.
Seseorang
yang telah beriman wajib menjaga keimanannya dari segala perbuatan buruk yang
akan mengakibatkan rusaknya iman tersebut.[7]
Iman
itu belumlah cukup apabila hanya diucapkan dengan lidah saja, tetapi harus
disertai dengan amal saleh, yaitu melaksanakan semua perintah syari’ah agama.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW.:
“Iman
ialah kepercayaan (diyakini) di dalam hati, ditetapkan (diucapkan) dengan
lidah, dan dilaksanakan dengan anggota badan (perbuatan).”
Ada pula riwayat hadits
yang menjelaskan tentang keagungan iman, seperti riwayat berikut.
Dikeluarkan
oleh Bukhari (6443) dan Muslim (94) dari Abi Dzar r.a. ia berkata: “pada suatu
malam aku keluar rumah, tba-tiba kulihat Rasulullah s.a.w. berjalan sendirian
tidak ada seorangpun yang bersamanya, lalu aku berkata dalam hati: mungkin
Rasulullah saw. Ingin sendirian, “ Abu Dzar r.a. berkata “ aku kemudian
berjalan di bawah bayang-bayang rembulan, Rasulullah saw. Menoleh dan
melihatku, “kemudian berkata: “siapakah ini?”, aku menjawab: ” aku Abu Dzar, “
beliau berkata: “ wahai Abu Dzar kemarilah,” abu dzar r.a. berkata: “ lalu aku
berjaalan bersamanya sejam lamanya, “ maka beliau bersabda: “ sesungguhnya
orang yang memperbanyakharta didunia mereka itulah yang akan kemiskinan pada
hari kiamat, kecuali orang yang diberi kebaikan oleh Allah subhanahu wa taala,
hingga ia membelanjakan hartanya dari samping kanan, kiri, dari depan, belakang
dan selalu berbuat kebaikan, : Abu Dzar berkata: “ aku berjalan bersama beliau
sejam lamanya”, kemudian beliau berkata kepadaku: “duduklah di sini! “, Abu
Dzar berkata: “Rasulullah saw. Menyuruhku duduk di sebuah tempat luas yang
dipenuhi dengan batu, “ beliau berkata: “ tunggu di sini sampai aku kembali,”
Abu Dzar r.a. berkata: “Rasulullah saw. Pergi ke sebuah tempat
yang dipenuhi batu hitam, hingga aku tidak melihatnya, dan akupun
lama menunggu beliau, tidak lama kemudian aku mendengar suaranya
ketika hendak dekat padaku, “ setelah datang dan aku tidak sabar aku langsung
bertanya kepadanya: “wahai nabi Allah ! dengan siapa kau berbicara disana?: ”,
aku tidak mendengar seorangpun yang menjawabmu?, beliau menjawab: “ itu Jibril
yang sedang datang dengan membawa wahyu “, ia berkata kepadaku: “ Wahai
Muhammad! Berilah kabar gembira umatmu dengan surga bagi siapapun yang mati dan
tidak berbuat syirik kepada Allah sekalipun,“ lalu aku bertanya: “ Wahai
Jibril! Meski ia melakukan zina dan mencuri? “, Jibril menjawab: “Ya”, aku (Abu
Dzar) bertanya: “ wahai Rasulullah! Meski berzina dan mencuri?”, beliau
menjawab: “Benar”, aku bertanya lagi:” meski berzina dan mencuri?”, kemudian
beliau menjawab: “ Ya, meskipun ia meminum khomer (minuman
keras)”. (demikian disebutkan dalam jam’ul fawaid jilid 1 hal 7, dan ada
tambahan dalam Riwayat Bukhari, Muslim Dan Tarmidzi dalam pertanyaan keempat: “
meski kau tidak bisa menerimanya wahai Abu Dzar”)[8]
Dari
penjelasan di atas, jelaslah bahwa setiap orang beriman harus mengamalkan
keimanannya dalam perbuatan lahiriah dan batiniah (keyakinan hati yang didasari
oleh keikhlasan). Bila tidak demikian, maka keimannya belum
sempurna.[9]
2. Islam
Islam
berasal dari kata Arab Aslama-Yuslimu-Islaman yang secara kebahasaan berarti
'Menyelamatkan'. beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai
keislaman, yaitu Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salam yang
berarti kedamaian. Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab
Aslama, yang bermakna "untuk menerima, menyerah atau tunduk" dan
dalam pengertian yang lebih jauh kepada Tuhan.
Pengertian
Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek
peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari
kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam
kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada
Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.
Dari
uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan
mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam
upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu
dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau
berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk
yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.
Adapun
pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya di
antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah
(Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada
hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi
menganal berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sementara
itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dan
dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat
manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya.
Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana
tersebut dalam Al Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak
sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah.
Kemudian menurut Hamka setelah manusia
menerawang, berfikir, merenung, membanding, mengukur, menjangka, pendeknya
memfilosof, akhirnya sampailah dia di ujung perjalanan. Di dinding yang tidak
tersebrangi itu. Segala macam telah dicobanya. Akhirnya yakinlah dia bahwa
memang ada sesuatu itu, dialah yang Mutlak, Dialah Yang Maha Kuasa, Dialah puncak (kata
plato). Dialah Tao, yang tak dapat diberi nama (kata Lao Tze).
Maka insyaflah manusia akan kelemahan dirinya, dan insyaf akan
kemaha besarnya yang ada itu. Maka menyerahlah dia dengan segala rela hati.
Penyerahan yang demikian dalam bahasa arab dinamaiIslam.[10]
Dari pengertian Islam tersebut, adanya 3
aspek, yaitu:
a. Aspek
vertikal
Mengatur antara makhluk dengan kholiknya (manusia
dengan Tuhannya).Dalam hal ini manusia bersikap berserah diri pada Allah.
b. Aspek
horizontal
Mengatur hubungan antara manusia dengan manusia.
Islam menghendaki agar manusia yang satu menyelamatkan, menentramkan dan
mengamankan manusia yang lain.
c. Aspek
batiniah
Mengatur ke dalam orang itu sendiri, yaitu supaya
dapat menimbulkan kedamaian, ketenangan batin maupun kemantapan rohani dan
mental.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetian
islam adalah sebuah agama yang tidak membebani tidak pula memanjakan pemeluknya
( agama pertengahan) yang mana tanpa ada paksaan untuk
pemeluknya menyerah atau tunduk sesuai dengan fitrahnya dan
selamatlah mereka yang taat serta benar-benar memegangnya.
3. Ihsan
Ihsan ( ناسحI
) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kesempurnaan” atau “terbaik.”
Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang menyembah Allah
seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya,
maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.[11]
Ihsan
ialah melaksanakan ibadah dengan sepenuh hati karena menyadari bahwa Allah
selalu melihatnya, hingga ia merasakan berhadapan langsung dengan Allah dan
bahkan ia melihat Allah SWT. dengan hati nurani. Semua itu dilakukannya dengan
ikhlas.[12]
Seseorang tidak akan merasakan nikmatnya ibadah
apabila dia tidak merasa melihat dengan tuhannya. Bila kita ingkar kepada
Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan
merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah
sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda:
“sesungguhnya Allah mewajibkan al-Ihsan dalam
segala masalah, oleh karena itu jika kalian berperang harus dengan satria, dan
jika menyembelih binatang pun harus dengan cara yang baik (tidak sadis)”.[13]
Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di Rahimahullah
menjelaskan bahwa ihsan mencakup dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada
Allah dan ihsan dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah
kepada Allah maknanya beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau
merasa diawasi oleh-Nya.
Sedangkan
ihsan dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak mereka.
Ihsan kepada makhluk ini
terbagi dua, yaitu:
a. Wajib
Yang
hukumnya wajib, misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil dalam
bermuamalah.
b. Sunnah
Yang
hukumnya sunnah, misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta yang melebihi
batas kadar kewajiban seseorang.
Salah satu
bentuk ihsan yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat
jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.[14]
B. Hubungan
antara Iman, Islam dan Ihsan
Islam, Iman dan Ihsan
adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman
adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian
diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun
Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Untuk mempelajari ketiga
pokok ajaran agama tersebut, para ulama mengelompokkannya lewat tiga cabang
ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa praktek amal lahiriah disusun dalam
ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal lahiriah manusia
sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi)
yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari
ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.
QS Ali-Imran ayat 19 :
Artinya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al
Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian
(yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Di dalam ayat tersebut dijelaskan kata Islam dan
selalu diikuti dengan kata addin yang artinya agama. Addin terdiri atas 3 unsur
yaitu, iman, Islam, dan ihsan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa iman
merupakan keyakinan yang membuat seseorang ber-Islam dan menyerahkan sepenuh
hati kepada Allah dengan menjalankan syareatnya dan meninggalkan segala yang
dilarang oleh syariat Islam.
Selain itu iman, islam,
dan ihsan sering juga diibaratkan hubungan diantara ketiganya adalah seperti
segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan erat. Segitiga
tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi
manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman, islam
dan ihsan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
· Iman
adalah ucapan yang disertai dengan perbuatan diiringi dengan ketulusan niat dan
dilandasi dengan Sunnah.
· Islam
adalah inisial seseorang masuk ke dalam
lingkaran ajaran Ilahi.
· Ihsan
adalah cara bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allah.
Islam, Iman dan Ihsan
adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman
adalah keyakinan yang menjadi dasar aqidah. Keyakinan tersebut kemudian
diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun
Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
AL Kaff Abdullah Zakiy KH. dan Drs. Maman Abdul
Djaliel MUTIARA ILMU TAUHID. CV. PUSTAKA SETIA.
HAMKA, Prof. DR. PELAJARAN AGAMA ISLAM.
PT. BULAN BINTANG.
Hasan, Muhammad Tholhah. Islam dalam
Perspektif Soaial Kultural. Lantabora Press, Jakarta, cet III, 2005
Purnomo, sanggit. Tips cerdas emosi dan
spiritual islami. MPDMKPN, Jakarta, 2010
Yusuf Al- Kandahlawy, Muhammad. Kehidupan
para sahabat rasulullah saw.PT. BINA ILMU, Surabaya, 2007
http://blognya-anak.blogspot.com/2012/10/v-behaviorurldefaulttvmlo.html
http://ichapedeh.wordpress.com/2012/01/25/pengertian-ihsan/
http://wakakak1.blogspot.com/2012/03/kata
-ihsan-berbuat-baik-merupakan.html
http://www.dimensialquran.co.cc/2011/03/iman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar