MAKNA
IMAN
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ilmu Tauhid
Dosen
Pengampu : Drs. Soeparyo M.Pd.

Disusun
oleh :
Syifa’ul
Furqonn (1503056082)
Umi
Kulsum (1503056083)
Zulfatun
Nuril Afifah (1503056097)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Tak diragukan lagi bahwa siapapun
ingin hidup bahagia. Masing-masing dalam hidup ini mendambakan ketenangan
kedamaian kerukunan dan kesejahteraan. Namun di manakah sebenarnya dapat kita
peroleh hal itu semua?
Sesungguhnya menurut ajaran Islam
hanya iman yang disertai dengan amal shaleh yang dapat menghantarkan kita baik
sebagai individu maupun masyarakat ke arah itu. “Barangsiapa yang mengerjakan
amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yangg lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan.”[1]
Dengan iman umat Islam generasi
pendahulu mencapai kejayaan berhasil merubah keadaan dunia dari kegelapan
menjadi terang benderang. Dengan iman masyarakat mereka menjadi masyarakat adil
dan makmur. Para umara’ melaksanakan perintah Allah para ulama beramar ma’ruf
dan nahi mungkar dan rakyat saling tolong-menolong atas kebajikan dan kebaikan.
Kalimatul Haq mereka junjung tinggi tiada yang mengikat antar mereka selain
tali persaudaraan iman.
Namun setelah redup cahaya iman di
hati kita lenyaplah nilai-nilai kebaikan diantara kita. Masyarakat kita pun
menjadi masyarakat yang penuh dengan kebohongan kesombongan kekerasan
individualisme keserakahan kerusakan moral dan kemungkaran. “Yang demikian itu
adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak merubah sesuatu ni’mat yang
telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum sehingga kaum itu merubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri?..”
Dengan memohon ma’unah Allah makalah
singkat ini mencoba menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan topik
tersebut di atas.
- Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini yakni :
- Apakah pengertian dari
iman?
- Apakah hakikat iman?
- Apa saja rukun iman dan
cabang-cabangnya?
- Apakah yang dapat
membatalkan iman?
- Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan pembuatan
makalah ini yakni untuk memenuhi kewajiban sebagai pelajar, yakni membuat tugas
yang diberika oleh dosen, akan pemenuhan dari kewajiban itupula tidak lepas
dari banyaknya manfaat yang bisa didapatkan. Yaitu kita dapat mengetahui apa
pengertian Iman, hakikat Iman, rukun Iman beserta cabang-cabangnya, dan apa
saja yang dapat membatalkan Iman.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Iman
Pengertian Iman dari bahasa Arab dari kata kerja 'aamana' (أمن) --
yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau
'membenarkan'. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman
adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan
dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian,
pengertian Iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu
benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian
pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan
secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang
mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan
lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi
seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya,
sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang
yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada
Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan
sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu
telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah,
maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan
kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya
adalah untuk kebaikan manusia.
- Hakikat Iman
Iman adalah
keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa dicampuri
keraguan sedikitpun.[2] Iman terdapat didalam hati, oleh
sebab itu seorang mukmin bukan saja bersyahadatain dan mengamalkan semua rukun
Islam, tapi hatinya ikut melaksanakannya. Dengan demikian maka tingkat mukmin
lebih tinggi dari muslim. Semua peraturan ilmu dalam al-qur’an pada umumnya di
turunkan atas mukmin dan bukan muslim.[3]
Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya kepada Allah,
malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan berIman
kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan,
amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan
ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Kedudukan Iman lebih
tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari pada cakupan
Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai keImanan
kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudkan keislamannya. Iman juga lebih khusus dipandang
dari segi pelakunya, karena pelaku keimanan adalah kelompok dari pelaku
keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan, jelaslah
setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin.[4]
Keimanan tidak
terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu indikasi
yang terlihat oleh manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh
secara beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:
Allah
Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat
dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal:
2-4)
Keimanan memiliki
satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama memandang keimanan
beriringan dengan amal sholeh, sehingga mereka menganggap keimanan akan
bertambah dengan bertambahnya amal sholeh. Akan tetapi ada sebagian ulama yang
melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak
menerima pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan
saja yaitu mukmin atau kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya. Karena
itu mereka berpendapat Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
Iman adakalanya bertambah dan
adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria bertambahnya Iman hingga
sempurnanya Iman, yaitu:
1)
Diyakini
dalam hati
2)
Diucapkan
dengan lisan
3)
Diamalkan dengan
anggota tubuh
Sedangkan dalam Islam sendiri jika
membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari adanya rukun Iman yang enam,
yaitu:
1)
Iman
kepada Allah
2)
Iman
kepada Malaikat-Nya
3)
Iman
kepada kitab-Nya
4)
Iman
kepada Hari Akhir
5)
Iman
kepada Qodho’ dan Qodar
Demikianlah kriteria
amalan hati dari pribadi yang beriman, yang jika telah tertanam dalam hati
seorang mukmin enam keimanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam
prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keimanan terhadap enam poin
di atas.
Jika Iman adalah
suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati kelemahan Iman,
maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala nilai dari hal-hal yang
dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai
dengan memperkuat aqidah, serta ibadah kita. Karena Iman bertambah karena taat
dan berkurang karena maksiat.
Ketika Iman telah
mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh pemiliknya suatu
manisnya Iman, sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya:
“Tiga perkara yang apabila
terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan
Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya, mencintai
seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci dirinya
kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam
api neraka.”(HR.Bukhari Muslim).
- Rukun Iman dan Cabang-cabangnya
Cabang-cabang Iman ada bermacam-macam, jumlahnya banyak, lebih dari 72 cabang. Dalam hadist lain disebutkan bahwa
cabang-cabangnya lebih dari 70 buah.
Cabang Iman terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu yang
berhubungan dengan :
1)
Niat,
Aqidah, dan Amalan Hati
2)
Lidah
3)
Seluruh
anggota tubuh
1) Yang Berhubungan dengan Niat, Aqidah, dan Amalan
Hati
- Beriman kepada Allah, kepada Dzat-Nya, dan segala
sifat-Nya, meyakini bahwa Allah adalah Maha Suci, Esa, dan tiada bandingan
serta perumpamaannya
- Selain Allah semuanya adalah ciptaan-Nya, Dialah yang
Esa
- Beriman kepada para Malaikat
- Beriman kepada Kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada
para Rasul-Nya
- Beriman kepada para Rasul
- Beriman kepada takdir yang baik maupun buruk, bahwa
semua itu datang dari Allah
- Beriman
kepada hari Kiamat, termasuk siksa dan pertanyaan di dalam kubur,
kehidupan setelah mati, hisab, penimbangan amal, dan menyeberangi shirat
- Meyakini akan adanya Syurga dan Insya Allah semua
mukmin akan memasukinya
- Meyakini neraka dan siksanya yang sangat pedih untuk
selamanya
- Mencintai ALLAH
- Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah
termasuk mencintai para sahabat, khususnya Muhajirin dan Anshar, juga
keluarga Nabi Muhammad saw dan keturunannya
- Mencintai Rasulullah saw, termasuk siapa saja yang
memuliakan beliau, bershalawat atasnya, dan mengikuti sunnahnya
- Ikhlash, tidak riya dalam beramal dan menjauhi nifaq
- Bertaubat, menyesali dosa-dosanya dalam hati disertai
janji tidak akan mengulanginya lagi
- Takut kepada Allah
- Selalu mengharap Rahmat Allah
- Tidak berputus asa dari Rahmat Allah
- Syukur
- Menunaikan amanah
- Sabar
- Tawadhu dan menghormati yang lebih tua
- Kasih sayang, termasuk mencintai
anak-anak kecil
- Menerima dan ridha dengan apa yang telah ditakdirkan
- Tawakkal
- Meninggalkan sifat takabbur dan membanggakan diri,
termasuk menundukkan hawa nafsu
- Tidak dengki dan iri hati
- Rasa malu
- Tidak menjadi pemarah
- Tidak menipu, termasuk tidak berburuk sangka dan tidak
merencanakan keburukan atau maker kepada siapapun
- Mengeluarkan segala cinta dunia dari hati, termasuk
cinta harta dan pangkat.
2) Yang Berhubungan dengan Lidah
- Membaca kalimat Thayyibah
- Membaca Al Quran yang suci
- Menuntut ilmu
- Mengajarkan ilmu
- Berdoa
- Dzikrullah, termasuk istighfar
- Menghindari bicara sia-sia.
3) Yang berhubungan dengan Anggota Tubuh
- Bersuci, termasuk kesucian badan, pakaian, dan tempat
tinggal.
- Menjaga shalat, termasuk shalat fardhu, sunnah, dan qadha’.
- Bersedekah, termasuk zakat fitrah, zakat harta, member
makan, memuliakan tamu, serta membebaskan hamba sahaya.
- Berpuasa, wajib maupun sunnah.
- Haji, fardhu maupun sunnah.
- Beriktikaf, termasuk mencari lailatul qadar di
dalamnya.
- Menjaga agama dan meninggalkan rumah untuk berhijrah
sementara waktu.
- Menyempurnakan nazar.
- Menyempurnakan sumpah.
- Menyempurnakan kifarah.
- Menutup aurat ketika shalat dan di luar shalat.
- Berkorban hewan, termasuk memperhatikan hewan korban
yang akan disembelih dan menjaganya dengan baik.
- Mengurus jenazah.
- Menunaikan utang.
- Meluruskan mu’amalah dan meninggalkan riba.
- Bersaksi benar dan jujur, tidak menutupi kebenaran.
- Menikah untuk menghindari perbuatan keji dan haram.
- Menunaikan hak keluarga dan sanak kerabat, serta menunaikan
hak hamba sahaya
- Berbakti dan menunaikan hak orang tua.
- Mendidikan anak-anak dengan tarbiyah yang baik.
- Menjaga silaturrahmi.
- Taat kepada orang tua atau yang dituakan dalam agama..
- Menegakkan pemerintahan yang adil.
- Mendukung jemaah yang bergerak di dalam kebenaran.
- Mentaati hakim (pemerintah) dengan syarat tidak
melanggar syariat.
- Memperbaiki mu’amalah dengan sesama.
- Membantu orang lain dalam kebaikan.
- Amar makruh Nahi Mungkar.
- Menegakkan hukum Islam.
- Berjihad, termasuk menjaga perbatasan.
- Menunaikan amanah, termasuk mengeluarkan 1/5 harta
rampasan perang.
- Memberi dan membayar utang.
- Memberikan hak tetangga dan memuliakannya.
- Mencari harta dengan cara yang halal.
- Menyumbangkan harta pada tempatnya, termasuk menghindari
sifat boros dan kikir.
- Memberi dan menjawab salam.
- Mendoakan orang yang bersin.
- Menghindari perbuatan yang merugikan dan menyusahkan
orang lain.
- Menghindari permainan dan senda gurau.
- Menjauhkan benda-benda yang mengganggu di jalan.
Rasulullah SAW
menjelaskan bahwa cabang yang paling utama adalah Tauhid, yang wajib bagi setiap orang, yang mana tidak satu
pun cabang Iman itu menjadi sah kecuali sesudah sahnya tauhid tersebut. Adapun cabang Iman yang paling
rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu kaum muslimin, di antaranya
dengan menyingkirkan duri atau batu dari jalan mereka. Lalu, di antara ke dua
cabang tersebut terdapat cabang-cabang lain seperti cinta kepada Rasulullah
SAW, cinta kepada saudara muslim seperti mencintai diri sendiri, jihad dan
sebagainya. Beliau tidak menjelaskan cabang-cabang Iman secara keseluruhan,
maka para ulama berijtihad menetapkannya. Al-Hulaimi, pengarang “Al-Minhaj” menghitungnya
ada 77 cabang, sedangkan Al-Hafizh Abu Hatim Ibnu Hibban menghitungnya ada 79
cabang Iman.
Sebagian
dari cabang-cabang Iman itu ada yang berupa rukun dan ushul, yang dapat
menghilangkan Iman manakalah ia ditinggalkan, seperti mengingkari adanya hari
akhir, dan sebagiannya lagi ada yang bersifat furu’, yang apabila
meninggalkannya tidak membuat hilangnya Iman, sekalipun tetap menurunkan kadar
iman dan membuat fasik, seperti tidak memuliakan tetangga.
Terkadang
pada diri seseorang terdapat cabang-cabang Iman dan juga cabang-cabang Nifak
(kemunafikan). Maka dengan cabang-cabang Nifak itu ia berhak mendapatkan siksa,
tetapi tidak kekal di neraka, karena di hatinya masih terdapat cabang-cabang
iman. Siapa yang seperti ini kondisinya maka ia tidak bisa disebut mukmin yang
mutlak, yang terkait dengan janji-janji tentang Syurga, rahmat di Akhirat dan
selamat dari siksa. Sementara orang-orang mukmin yang mutlak juga berbeda-beda
dalam tingkatannya.
- Hal-hal yang membatalkan Iman
Pembatal iman atau "nawaqidhul iman" adalah sesuatu
yang dapat menghapuskan iman sesudah iman masuk didalamnya yakni antara lain:
1.
Mempersekutukan
Allah SWT (yakni syirik) dalam beribadah.
2.
Meyakini
bahawa ada kekuatan lain selain kekuatan Allah SWT, berdoa kepadanya, meminta
pertolongan, bahkan bertawakkal (berserah diri) kepada perantara tersebut.
3.
Tidak
menganggap bahwa orang-orang musyrik itu kafir, atau ragu-ragu atas kekafiran
mereka, atau membenarkan konsep mereka. Orang yang demikian ini adalah kafir.
4.
Meyakini
bahawa ajaran selain ajaran Nabi Muhammad SAW lebih sempurna, atau meyakini
bahawa hukum selain dari yang telah dijelaskan oleh Baginda SAW lebih baik,
seperti mereka yang mengutamakan aturan-aturan thaghut (aturan–aturan manusia
yang melampaui batas serta menyimpang dari hukum Allah), dan mengetepikan hukum
yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
5.
Membenci
sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
6.
Memperolok–olokkan sebahagian dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW,
atau memperolok–olokkan pahala mahupun siksaan yang telah ditetapkan di dalam
Al-Quran serta yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW.
7.
Melakukan sihir, antaranya termasuklah mengaplikasikan ilmu
guna-guna yang menjadikan seorang suami benci terhadap isterinya, atau yang
menjadikan seseorang mencintai orang lain, atau sesuatu yang dibencinya dengan
cara yang zalim.
8.
Membantu
orang–orang musyrik untuk memusuhi kaum muslimin.
9.
Meyakini
bahawa sebahagian manusia dibenarkan untuk meninggalkan syari’at Nabi Muhammad
SAW.
10.
Berpaling
dari agama Allah SWT, tanpa mempelajari dan tanpa melaksanakan ajaran-Nya.
Dalam hal-hal
yang membatalkan keislaman ini, tidak ada perbeaan hukum antara
yang main-main, yang sungguh-sungguh
(yakni yang sengaja melanggar) ataupun yang takut, kecuali orang yang dipaksa. Semua itu merupakan hal-hal yang paling berbahaya dan paling
sering terjadi. Maka setiap orang Islam mestilah menghindarinya. Kita
berlindung kepada Allah SWT dari hal-hal yang mendatangkan kemurkaan-Nya dan
kepedihan siksaan-Nya. Semoga selawat dan salam dilimpahkan kepada makhluk-Nya
yang terbaik, para keluarga dan para sahabat Baginda.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Perkataan iman yang berarti “membenarkan”
itu disebutkan dalam AlQur’an, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang
bermaksud: “Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan
membenarkan kepada para orang yang beriman”. Iman itu ditujukan kepada Allah,
kitab-kitab dan Rasul. Iman itu ada dua Iman Hak dan Iman Batil.
Definisi Iman berdasarkan hadits
merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan.
Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam
satu keyakinan, maka orang-orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya,
disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama. Maka orang beriman dapat juga
disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip atau juga
pandangan dan sikap hidup.
Para imam dan ulama telah
mendefinisikan istilah iman antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin
Abi Talib : “Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan
hati dan perbuatan dengan anggota”. Aisyah r.a. berkata: “Iman kepada Allah itu
mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan
anggota”. Imam Al-Ghazali menguraikan makna iman: “Pengakuan dengan lidah
(lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan
rukun-rukun (anggota-anggota)”.
Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka
secara mutlak orientasi pembahasan dititik beratkan pada jiwa seseorang atau
lazimnya di sebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua
sepakat bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian,
terbentuknya jazad dan rohani, apabila keduanya pincang atau salah satu di
antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang
bernama manusia.
- Saran
Dari pembahasan di atas,
penulis hanya bisa menyarankan agar pembaca senantiasa meningkatkan semangat
keagamaan dan lebih meningkatkan keimanan dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Belajar-Tauhid. 2005. Hal-hal yang membatalkan iman. (http://belajar-tauhid.blogspot.com/2005/04/hal-hal-yang-membatalkan-iman.html)
Diakses 15 September 2015
Ceritakuaja. 2013. Makalah hakikat islam dan ihsan. (https://ceritakuaja.wordpress.com/2013/05/25/makalah-hakikat-iman-islam-dan-ihsan/). Diakses 15 September
2015.
Qamaruddinshadie. 2012. Rukun iman dan cabangnya. (http://qamaruddinshadie.blogspot.com/2012/07/rukun-iman-dan-cabang-cabangnya.html)
Diakses 15 September 2015-09-28
Sabiq, Sayid. 1996. Aqidah Islam. Bandung : CV. Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar