Sabtu, 09 April 2016

MAKALAH MAKNA IMAN


MAKNA IMAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:  Ilmu Tauhid
Dosen Pengampu : Drs. Soeparyo M.Pd.



Disusun oleh :
Syifa’ul Furqonn         (1503056082)
Umi Kulsum                (1503056083)
Zulfatun Nuril Afifah (1503056097)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Tak diragukan lagi bahwa siapapun ingin hidup bahagia. Masing-masing dalam hidup ini mendambakan ketenangan kedamaian kerukunan dan kesejahteraan. Namun di manakah sebenarnya dapat kita peroleh hal itu semua?
Sesungguhnya menurut ajaran Islam hanya iman yang disertai dengan amal shaleh yang dapat menghantarkan kita baik sebagai individu maupun masyarakat ke arah itu. “Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yangg lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”[1]
Dengan iman umat Islam generasi pendahulu mencapai kejayaan berhasil merubah keadaan dunia dari kegelapan menjadi terang benderang. Dengan iman masyarakat mereka menjadi masyarakat adil dan makmur. Para umara’ melaksanakan perintah Allah para ulama beramar ma’ruf dan nahi mungkar dan rakyat saling tolong-menolong atas kebajikan dan kebaikan. Kalimatul Haq mereka junjung tinggi tiada yang mengikat antar mereka selain tali persaudaraan iman.
Namun setelah redup cahaya iman di hati kita lenyaplah nilai-nilai kebaikan diantara kita. Masyarakat kita pun menjadi masyarakat yang penuh dengan kebohongan kesombongan kekerasan individualisme keserakahan kerusakan moral dan kemungkaran. “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak merubah sesuatu ni’mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum sehingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri?..”
Dengan memohon ma’unah Allah makalah singkat ini mencoba menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan topik tersebut di atas.

  1. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yakni :
  1. Apakah pengertian dari iman?
  2. Apakah hakikat iman?
  3. Apa saja rukun iman dan cabang-cabangnya?
  4. Apakah yang dapat membatalkan iman?


  1. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yakni untuk memenuhi kewajiban sebagai pelajar, yakni membuat tugas yang diberika oleh dosen, akan pemenuhan dari kewajiban itupula tidak lepas dari banyaknya manfaat yang bisa didapatkan. Yaitu kita dapat mengetahui apa pengertian Iman, hakikat Iman, rukun Iman beserta cabang-cabangnya, dan apa saja yang dapat membatalkan Iman.































BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Iman
Pengertian Iman dari bahasa Arab dari kata kerja 'aamana' (أمن) -- yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian Iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.

  1. Hakikat Iman
Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa dicampuri keraguan sedikitpun.[2]  Iman terdapat didalam hati, oleh sebab itu seorang mukmin bukan saja bersyahadatain dan mengamalkan semua rukun Islam, tapi hatinya ikut melaksanakannya. Dengan demikian maka tingkat mukmin lebih tinggi dari muslim. Semua peraturan ilmu dalam al-qur’an pada umumnya di turunkan atas mukmin dan bukan muslim.[3] Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan berIman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan, amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai keImanan kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudkan keislamannya. Iman juga lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keimanan adalah kelompok dari pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan, jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin.[4]
Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal: 2-4)
Keimanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama memandang keimanan beriringan dengan amal sholeh, sehingga mereka menganggap keimanan akan bertambah dengan bertambahnya amal sholeh. Akan tetapi ada sebagian ulama yang melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan saja yaitu mukmin atau kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya. Karena itu mereka berpendapat Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria bertambahnya Iman hingga sempurnanya Iman, yaitu:
1)      Diyakini dalam hati
2)      Diucapkan dengan lisan  
3)      Diamalkan dengan anggota tubuh
Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari adanya rukun Iman yang enam, yaitu:
1)      Iman kepada Allah
2)      Iman kepada Malaikat-Nya
3)      Iman kepada kitab-Nya
4)      Iman kepada Hari Akhir
5)      Iman kepada Qodho’ dan Qodar
Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang beriman, yang jika telah tertanam dalam hati seorang mukmin enam keimanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keimanan terhadap enam poin di atas.
Jika Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati kelemahan Iman, maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala nilai dari hal-hal yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat aqidah, serta ibadah kita. Karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat.
Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh pemiliknya suatu manisnya Iman, sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya:
“Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya, mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci dirinya kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam api neraka.”(HR.Bukhari Muslim).

  1. Rukun Iman dan Cabang-cabangnya
Cabang-cabang Iman ada bermacam-macam, jumlahnya banyak, lebih dari 72 cabang. Dalam hadist lain disebutkan bahwa cabang-cabangnya lebih dari 70 buah.
Cabang Iman terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu yang berhubungan dengan :
1)      Niat, Aqidah, dan Amalan Hati
2)      Lidah
3)      Seluruh anggota tubuh




1)   Yang Berhubungan dengan Niat, Aqidah, dan Amalan Hati
  1. Beriman kepada Allah, kepada Dzat-Nya, dan segala sifat-Nya, meyakini bahwa Allah adalah Maha Suci, Esa, dan tiada bandingan serta perumpamaannya
  2. Selain Allah semuanya adalah ciptaan-Nya, Dialah yang Esa
  3. Beriman kepada para Malaikat
  4. Beriman kepada Kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya
  5. Beriman kepada para Rasul
  6. Beriman kepada takdir yang baik maupun buruk, bahwa semua itu datang dari Allah
  7. Beriman kepada hari Kiamat, termasuk siksa dan pertanyaan di dalam kubur, kehidupan setelah mati, hisab, penimbangan amal, dan menyeberangi shirat
  8. Meyakini akan adanya Syurga dan Insya Allah semua mukmin akan memasukinya
  9. Meyakini neraka dan siksanya yang sangat pedih untuk selamanya
  10. Mencintai ALLAH
  11. Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah termasuk mencintai para sahabat, khususnya Muhajirin dan Anshar, juga keluarga Nabi Muhammad saw dan keturunannya
  12. Mencintai Rasulullah saw, termasuk siapa saja yang memuliakan beliau, bershalawat atasnya, dan mengikuti sunnahnya
  13. Ikhlash, tidak riya dalam beramal dan menjauhi nifaq
  14. Bertaubat, menyesali dosa-dosanya dalam hati disertai janji tidak akan mengulanginya lagi
  15. Takut kepada Allah
  16. Selalu mengharap Rahmat Allah
  17. Tidak berputus asa dari Rahmat Allah
  18. Syukur
  19. Menunaikan amanah
  20. Sabar
  21. Tawadhu dan menghormati yang lebih tua
  22. Kasih sayang, termasuk mencintai anak-anak kecil
  23. Menerima dan ridha dengan apa yang telah ditakdirkan
  24. Tawakkal
  25. Meninggalkan sifat takabbur dan membanggakan diri, termasuk menundukkan hawa nafsu
  26. Tidak dengki dan iri hati
  27. Rasa malu
  28. Tidak menjadi pemarah
  29. Tidak menipu, termasuk tidak berburuk sangka dan tidak merencanakan keburukan atau maker kepada siapapun
  30. Mengeluarkan segala cinta dunia dari hati, termasuk cinta harta dan pangkat.

2)   Yang Berhubungan dengan Lidah
  1. Membaca kalimat Thayyibah
  2. Membaca Al Quran yang suci
  3. Menuntut ilmu
  4. Mengajarkan ilmu
  5. Berdoa
  6. Dzikrullah, termasuk istighfar
  7. Menghindari bicara sia-sia.

3)   Yang berhubungan dengan Anggota Tubuh
  1. Bersuci, termasuk kesucian badan, pakaian, dan tempat tinggal.
  2. Menjaga shalat, termasuk shalat fardhu, sunnah, dan qadha’.
  3. Bersedekah, termasuk zakat fitrah, zakat harta, member makan, memuliakan tamu, serta membebaskan hamba sahaya.
  4. Berpuasa, wajib maupun sunnah.
  5. Haji, fardhu maupun sunnah.
  6. Beriktikaf, termasuk mencari lailatul qadar di dalamnya.
  7. Menjaga agama dan meninggalkan rumah untuk berhijrah sementara waktu.
  8. Menyempurnakan nazar.
  9. Menyempurnakan sumpah.
  10. Menyempurnakan kifarah.
  11. Menutup aurat ketika shalat dan di luar shalat.
  12. Berkorban hewan, termasuk memperhatikan hewan korban yang akan disembelih dan menjaganya dengan baik.
  13. Mengurus jenazah.
  14. Menunaikan utang.
  15. Meluruskan mu’amalah dan meninggalkan riba.
  16. Bersaksi benar dan jujur, tidak menutupi kebenaran.
  17. Menikah untuk menghindari perbuatan keji dan haram.
  18. Menunaikan hak keluarga dan sanak kerabat, serta menunaikan hak hamba sahaya
  19. Berbakti dan menunaikan hak orang tua.
  20. Mendidikan anak-anak dengan tarbiyah yang baik.
  21. Menjaga silaturrahmi.
  22. Taat kepada orang tua atau yang dituakan dalam agama..
  23. Menegakkan pemerintahan yang adil.
  24. Mendukung jemaah yang bergerak di dalam kebenaran.
  25. Mentaati hakim (pemerintah) dengan syarat tidak melanggar syariat.
  26. Memperbaiki mu’amalah dengan sesama.
  27. Membantu orang lain dalam kebaikan.
  28. Amar makruh Nahi Mungkar.
  29. Menegakkan hukum Islam.
  30. Berjihad, termasuk menjaga perbatasan.
  31. Menunaikan amanah, termasuk mengeluarkan 1/5 harta rampasan perang.
  32. Memberi dan membayar utang.
  33. Memberikan hak tetangga dan memuliakannya.
  34. Mencari harta dengan cara yang halal.
  35. Menyumbangkan harta pada tempatnya, termasuk menghindari sifat boros dan kikir.
  36. Memberi dan menjawab salam.
  37. Mendoakan orang yang bersin.
  38. Menghindari perbuatan yang merugikan dan menyusahkan orang lain.
  39. Menghindari permainan dan senda gurau.
  40. Menjauhkan benda-benda yang mengganggu di jalan.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa cabang yang paling utama adalah Tauhid, yang wajib bagi setiap orang, yang mana tidak satu pun cabang Iman itu menjadi sah kecuali sesudah sahnya tauhid tersebut. Adapun cabang Iman yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu kaum muslimin, di antaranya dengan menyingkirkan duri atau batu dari jalan mereka. Lalu, di antara ke dua cabang tersebut terdapat cabang-cabang lain seperti cinta kepada Rasulullah SAW, cinta kepada saudara muslim seperti mencintai diri sendiri, jihad dan sebagainya. Beliau tidak menjelaskan cabang-cabang Iman secara keseluruhan, maka para ulama berijtihad menetapkannya. Al-Hulaimi, pengarang “Al-Minhaj” menghitungnya ada 77 cabang, sedangkan Al-Hafizh Abu Hatim Ibnu Hibban menghitungnya ada 79 cabang Iman.
Sebagian dari cabang-cabang Iman itu ada yang berupa rukun dan ushul, yang dapat menghilangkan Iman manakalah ia ditinggalkan, seperti mengingkari adanya hari akhir, dan sebagiannya lagi ada yang bersifat furu’, yang apabila meninggalkannya tidak membuat hilangnya Iman, sekalipun tetap menurunkan kadar iman dan membuat fasik, seperti tidak memuliakan tetangga.
Terkadang pada diri seseorang terdapat cabang-cabang Iman dan juga cabang-cabang Nifak (kemunafikan). Maka dengan cabang-cabang Nifak itu ia berhak mendapatkan siksa, tetapi tidak kekal di neraka, karena di hatinya masih terdapat cabang-cabang iman. Siapa yang seperti ini kondisinya maka ia tidak bisa disebut mukmin yang mutlak, yang terkait dengan janji-janji tentang Syurga, rahmat di Akhirat dan selamat dari siksa. Sementara orang-orang mukmin yang mutlak juga berbeda-beda dalam tingkatannya.

  1. Hal-hal yang membatalkan Iman
Pembatal iman atau "nawaqidhul iman" adalah sesuatu yang dapat menghapuskan iman sesudah iman masuk didalamnya yakni antara lain:
1.      Mempersekutukan Allah SWT (yakni syirik) dalam beribadah.
2.      Meyakini bahawa ada kekuatan lain selain kekuatan Allah SWT, berdoa kepadanya, meminta pertolongan, bahkan bertawakkal (berserah diri) kepada perantara tersebut.
3.      Tidak menganggap bahwa orang-orang musyrik itu kafir, atau ragu-ragu atas kekafiran mereka, atau membenarkan konsep mereka. Orang yang demikian ini adalah kafir.
4.      Meyakini bahawa ajaran selain ajaran Nabi Muhammad SAW lebih sempurna, atau meyakini bahawa hukum selain dari yang telah dijelaskan oleh Baginda SAW lebih baik, seperti mereka yang mengutamakan aturan-aturan thaghut (aturan–aturan manusia yang melampaui batas serta menyimpang dari hukum Allah), dan mengetepikan hukum yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
5.      Membenci sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
6.      Memperolok–olokkan sebahagian dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW, atau memperolok–olokkan pahala mahupun siksaan yang telah ditetapkan di dalam Al-Quran serta yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW.
7.      Melakukan sihir, antaranya termasuklah mengaplikasikan ilmu guna-guna yang menjadikan seorang suami benci terhadap isterinya, atau yang menjadikan seseorang mencintai orang lain, atau sesuatu yang dibencinya dengan cara yang zalim.
8.      Membantu orang–orang musyrik untuk memusuhi kaum muslimin.
9.      Meyakini bahawa sebahagian manusia dibenarkan untuk meninggalkan syari’at Nabi Muhammad SAW.
10.  Berpaling dari agama Allah SWT, tanpa mempelajari dan tanpa melaksanakan ajaran-Nya.
Dalam hal-hal yang membatalkan keislaman ini, tidak ada perbeaan hukum antara yang main-main, yang sungguh-sungguh (yakni yang sengaja melanggar) ataupun yang takut, kecuali orang yang dipaksa. Semua itu merupakan hal-hal yang paling berbahaya dan paling sering terjadi. Maka setiap orang Islam mestilah menghindarinya. Kita berlindung kepada Allah SWT dari hal-hal yang mendatangkan kemurkaan-Nya dan kepedihan siksaan-Nya. Semoga selawat dan salam dilimpahkan kepada makhluk-Nya yang terbaik, para keluarga dan para sahabat Baginda.










BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Perkataan iman yang berarti “membenarkan” itu disebutkan dalam AlQur’an, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: “Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman”. Iman itu ditujukan kepada Allah, kitab-kitab dan Rasul. Iman itu ada dua Iman Hak dan Iman Batil.
Definisi Iman berdasarkan hadits merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang-orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama. Maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip atau juga pandangan dan sikap hidup.
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib : “Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota”. Aisyah r.a. berkata: “Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota”. Imam Al-Ghazali menguraikan makna iman: “Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)”.
Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak orientasi pembahasan dititik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di sebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, apabila keduanya pincang atau salah satu di antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang bernama manusia.

  1. Saran
Dari pembahasan di atas, penulis hanya bisa menyarankan agar pembaca senantiasa meningkatkan semangat keagamaan dan lebih meningkatkan keimanan dan lain sebagainya.




DAFTAR PUSTAKA

Belajar-Tauhid. 2005. Hal-hal yang membatalkan iman. (http://belajar-tauhid.blogspot.com/2005/04/hal-hal-yang-membatalkan-iman.html) Diakses 15 September 2015
Ceritakuaja. 2013. Makalah hakikat islam dan ihsan. (https://ceritakuaja.wordpress.com/2013/05/25/makalah-hakikat-iman-islam-dan-ihsan/). Diakses 15 September 2015.
Qamaruddinshadie. 2012. Rukun iman dan cabangnya. (http://qamaruddinshadie.blogspot.com/2012/07/rukun-iman-dan-cabang-cabangnya.html) Diakses 15 September 2015-09-28
Sabiq, Sayid. 1996Aqidah IslamBandung : CV. Diponegoro.




1         QS An Nahl : 97
2         Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq, hlm.33
3         Masyhur, Kahar. Membina Islam dan Iman. Hlm 49
4         ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar